Kamis, 17 Januari 2013


PENERAPAN PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MODUL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SISWA KELAS XI IPS SMAN 2 SUNGAI TARAB
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Amanat penciptaan manusia oleh Allah SWT adalah untuk menjadi khalifah atau pemimpin dimuka bumi. Agar menjadi pemimpin yang baik, manusia harus mempunyai berbagai macam ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tersebut dapat diperoleh melalui proses pendidikan. Proses pendidikan sebagaimana termaktub dalam surat Al-Isra’ ayat 4 bahwa Allah mengajarkan manusia melalui perantaraan kalam atau kalimat. Dari hal ini dapat kita mengambil sebuah kesimpulan bahwa betapa pentingnya pendidikan bagi manusia.
Masalah pendidikan merupakan persoalan yang sangat penting dalam suatu negara. Kualitas pendidikan menjadi tolak ukur perkembangan bangsa dan negara tersebut. Perkembangan suatu bangsa hanya dapat dilaksanakan oleh manusia-manusia yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kapasitas intelektual tinggi. Sedangkan SDM hanya dapat diperoleh melalui sistem pendidikan yang bermutu. Semakin tinggi mutu pendidikan suatu bangsa, maka akan semakin cepat pula perkembangan bangsa tersebut.
1
 
Agar  mutu pendidikan itu dapat meningkat, maka dibutuhkan sebuah proses pembelajaran yang memadai. Proses pembelajaran memiliki dua komponen yaitu belajar dan mengajar. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman.[1] Belajar  yang dimaksud adalah seperti prilaku berbicara, menulis, berfikir, memecahkan masalah mengingat masalah dan berbuat kreatif. Agar setiap siswa yang mengikuti proeses belajar dapat berfikir dengan kreatif dan meningkatkan hasil belajar mereka, maka dibutuhkan sarana dan prasarana yang baik. Selain itu, karena proses belajar mengajar tidak hanya tergantung pada sarana dan prasarana serta siswa saja, akann tetapi ada komponen lain yang juga menentukan, faktor tersebut adalah seorang guru yang akan mengajar .
Dalam proses pembelajaran, seorang guru harus memiliki dua komponen utama, yaitu penguasaan materi dan penguasaan metode pengajaran. Dengan adanya penguasaan materi dan metode pengajaran yang baik oleh guru, maka peningkatan hasil belajar siswa akan dapat meningkat.
Ketika siswa dan guru sudah menjalankan fungsi dan tugasnya sebagaimana mestinya, pemerintah sebagai pemegang sistem juga harus berperan dengan aktif. Salah  satu wujud nyata peran aktif yang telah dijalankan pemerintah  sebagai pemegang sistem adalah dengan terus mengembangkan standar pendidikan Indonesia, yaitu dengan menjadikan mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Matematika sebagai standar kelulusan. Matematika merupakan salah satu pelajaran wajib yang diajarkan di sekolah, mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi seperti yang di jelaskan dalam Undang Undang RI No 21 tahun 2003 tentang Sisdiknas (sistim Pendidikan Nasional) pasal 37 bahwa mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran wajib bagi siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Proses pembelajaran akan berjalan dengan baik dan maksimal apabila dalam proses pembelajaran tersebut didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai seperti ketersediaan buku pegangan siswa. Dalam dunia pendidikan, buku merupakan bagian dari kelangsungan pendidikan. Dengan buku, pelaksanaan pendidikan dapat lebih lancar. Guru dapat mengelola kegiatan pembelajaran secara efektif dan efisien lewat sarana buku. Siswa pun dalam mengikuti kegiatan belajar dengan maksimal dengan sarana buku.[2] Dengan kata lain, apabila buku pegangan pada siswa tidak ada, maka pembelajaran tidak akan berjalan dengan efektif dan efisien.
Selama melaksanakan penelitian mini di SMAN 2 Sungai Tarab, peneliti melihat bahwa siswa yang memiliki buku pegangan hanya beberapa orang siswa saja, sehingga dalam pembelajaran yang dilakukan kebanyakan siswa  tersebut banyak yang mengerjakan kegiatan  lain yang tidak berhubungan dengan pembelajaran. Akibat dari hal tersebut, hasil belajar  mereka banyak yang tidak mencapai KKM yang telah ditetapkan. Hal ini tergambar pada daftar nilai siswa kelas X4  di bawah ini.



Tabel 1 .
Persentase Ketuntasan Nilai Ujian Semester Genap Kelas X SMAN 2 Sungai Tarab Tahun Ajaran 2010/2011
Kelas
Tuntas
Tidak Tuntas

X1
46,3%
53,7%

X2
55,8%
44,2%

X3
38,1%
61,9%

X4
57,15%
42,85%






Sumber: Waka Kurikulum SMAN 2 Sungai Tarab

Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, salah satu upaya  yang bisa dilakukan oleh guru adalah dengan penerapan pembelajaran menggunakan modul. Penerapan pembelajaran menggunakan modul diajukan sebagai upaya untuk menanggulangi masalah diatas, karena dengan penerapan pembelajaran menggunakan modul siswa dapat belajar secara mandiri. Dengan belajar secara mandiri, kemungkinan siswa untuk melakukan kegiatan yang tidak berhubungan dengan pembelajaran dapat diminimalisir. Selain hal tersebut, dengan adanya modul siswa dapat mengefektifkan waktu belajarnya sesuai dengan kecepatan dan kemampuan belajar mereka masing-masing. Dengan meningkatnya aktivitas serta efektivitas belajar siswa, maka peningkatan hasil belajar siswapun dapat tercapai. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membahas masalah ini yang akan peneliti beri judul: PENERAPAN PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MODUL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SISWA KELAS XI IPS SMAN 2 SUNGAI TARAB



B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut :
a.       Kurangnya ketersedian buku pegangan siswa
b.      Siswa kurang aktif dalam pembelajaran matematika
c.       Hasil belajar matematika siswa masih rendah.
C.    Batasan Masalah
Mengingat keterbatasan waktu, tenaga, dan teori-teori yang mendukung maka peneliti membatasi masalah ini pada:
a.       Aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika
b.      Hasil belajar matematika siswa dilihat dari ranah kognitif dengan menggunakan modul pembelajaran matematika pada materi komposisi fungsi dan fungsi invers.
D.    Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, peneliti merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut:
1.      Bagaimana  aktifitas siswa dengan penerapan pembelajaran menggunakan  modul dalam pembelajaran di kelas XI SMAN 2 Sungai Tarab.
2.      Apakah hasil belajar matematika siswa dengan penerapan pembelajaran menggunakanan modul lebih tinggi dari pada hasil belajar matematika siswa dengan pembelajaran konvensional?


E.     Asumsi Penelitian
Adapun asumsi dalam penelitian ini adalah:
1.      Setiap siswa memiliki kesempatan dan waktu yang sama untuk memperoleh materi pelajaran
2.      Nilai yang diperoleh pada akhir penelitian mencerminkan kemampuan akademis belajar matematika siswa.
F.     Hipotesis
Hipotesis yang peneliti ajukan dalam penelitian ini adalah: “Hasil belajar matematika siswa pada pembelajaran menggunakan modul lebih tinggi  dari pada hasil belajar matenatika siswa pada pembelajaran konvensional”
G.    Definisi operasional
Modul merupakan bahan ajar cetak yang dirancang untuk dapat dipelajari secara mandiri oleh peserta didik. Modul disebut juga media untuk belajar mandiri karena di dalamnya telah dilengkapi petunjuk untuk belajar sendiri.[3] Artinya, peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar tanpa kehadiran guru secara langsung. Bahasa, pola, dan sifat kelengkapan lainnya yang terdapat dalam modul ini diatur sehingga ia seolah-olah merupakan “bahasa pengajar” atau bahasa guru yang sedang memberikan pengajaran kepada murid-muridnya.
Pembelajaran menggunakan modul  adalah proses belajar, dimana siswa dapat belajar sendiri dengan bantuan modul. Hal ini memungkinkan karena dalam modul pembelajaran itu dilengkapi dengan berbagai komponen. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan modul yang dibuat oleh Muhammad Zainal Abidin ( Guru Matematika SMAN 1 Bone-bone Sulsel)
Hasil Belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.[4] Hasil belajar siswa dilihat pada ranah kognitif siswa. Hasil belajar dan aktivitas siswa secara operasional dalam penelitian ini merupakan sasaran yang ingin dicapai dalam penerpan modul pembelajaran matematika.
Pembelajaran konvensioanal merupakan pembelajaran yang dilakukan secara klasikal dengan metode ceramah atau ekspositori dan pemberian tugas secara individu. Pembelajaran ini adalah pembelajaran yang menggunakan komunikasi satu arah.
H.    Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
a.       Untuk mengetahui aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan penggunaan modul di kelas XI SMAN 2 Sungai Tarab .
b.      Untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa dengan penerapan pembelajaran menggunakan modul lebih tinggi dari pada hasil belajar matematika siswa dengan pembelajaran konvensional.
I.       Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna untuk :
a.     Sebagai bahan masukan bagi guru dan calon guru matematika untuk memilih dan membuat bahan ajar yang akan digunakan.
b.     Sebagai informasi bagi guru matematika dan peneliti berikut untuk melakukan penelitian lebih dalam lagi
c.     Sebagai masukan bagi semua pihak yang berkecimpung dalam dunia kependidikan, khususnya guru matematika untuk meningkatkan prestasi belajar matematika umumnya
d.    Sebagai referensi bagi guru matematika dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
e.      


[1] Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung; Universitas Putra Indonesia, 2003), h .7
[2] Masnur Muslich, Ada Apa dengan Buku Teks?, tersedia di http://masnur-muslich.blogspot.com/2008/10/ada-apa-dengan-buku-teks.html

[3] Muh. Rosyid, pengertian, fungsi dan tujuan penulisan modul. Tersedia di http://www.rosyid.info/2010/06/pengertian-fungsi-dan-tujuan-penulisan.html

[4] Nana sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2005), h.22
BAB II
LANDASAN TEORI
A.    Hakikat Pembelajaran Matematika
Matematika adalah salah satu disiplin ilmu yang didapat siswa mulai dari tingkat dasar sampai tingkat menengah bahkan sampai perguruan tinggi. Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang didapat dengan bernalar. Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Matematika juga merupakan ilmu yang terstruktur yang mempelajari konsep-knsep mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. “Dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami topik selanjutnya".[1] Hal ini berarti untuk menerima pelajaran yang baru, siswa dituntut untuk memiliki pemahaman awal agar dapat menerima pelajaran baru dengan baik. Pemahaman awal inilah yang menjadi konsep prasyarat untuk memahami konsep selanjutnya. matematika adalah sarana berpikir”[2], maka siswa harus memiliki pengetahuan awal tentang pelajaran yang akan didapat sehingga dapat menjalankan proses pembelajaran dengan lancar dan dapat berperan aktif dalam pembelajaran tersebut.
9
 
Pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberikan nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Di samping itu, pembelajaran juga dapat diartikan sebagai “Proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa dalam rangka  perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan”.[3] Proses pembelajaran ini sangat erat kaitannya dengan proses belajar mengajar, karena di dalam proses belajar mengajar terdapat proses pembelajaran yang dapat mengoptimalkan kemampuan dan kesiapan siswa dalam menerima pelajaran. Proses belajar mengajar juga merupakan kegiatan utama dalam pengajaran.
Berhasil tidaknya proses belajar dan pembelajaran sangat tergantung kepada tingkat kesiapan atau tingkat kematangan  siswa atau individu itu sendiri. Erman, dkk berpendapat “seorang anak akan lebih berhasil belajarnya jika ia telah siap untuk melakukan kegiatan belajar”. Dapat disimpulkan bahwa, semakin siap seseorang dalam menerima pelajaran maka makin baik pula hasil belajar yang didapatnya. Jika siswa tidak siap dalam menerima pelajaran matematika, maka proses pembelajaran matematika tidak dapat berjalan lancar dan tujuan pembelajaran tidak tercapai secara optimal.
Tujuan umum pembelajaran matematika adalah “memberikan penekanan pada penataan nalar dan pembentukan sikap serta memberikan penekanan pada keterampilan dalam penerapan matematika”.[4] Pada KTSP, pembelajaran matematika mempunyai beberapa tujuan khusus, antara lain:
a)      Melatih cara berpikir dan menalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaaan konsistensi, dan inkonsistensi.
b)      Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi intuisi dan penemuan dengan mengembangkan divergen, orisiniil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
c)      Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
d)     Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain mealui pembicaraan lisan, catatan, grafik, diagram dalam menjelaskan gagasan.[5]           
B.     Modul
1.      Pengertian Modul dan Karakteristik Modul
Modul merupakan suatu unit yang lengkap yang terdiri dari rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai tujuan yang telah dirumuskan dan disediakan untuk belajar sendiri. Dengan kata lain, siswa dapat belajar sendiri tanpa kehadiran guru.[6] Karena modul digunakan sebagai bahan ajar untuk belajar sendiri, maka  bahasa, pola, dan sifat kelengkapan lainnya yang terdapat dalam modul ini diatur sehingga ia seolah-olah merupakan “bahasa pengajar” atau bahasa guru yang sedang memberikan pengajaran kepada murid-muridnya.
Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya. Sebuah modul bisa dikatakan baik dan menarik apabila terdapat karakteristik sebagai berikut:[7]
a.      Self Instructional; yaitu melalui modul tersebut siswa mampu belajar sendiri, tidak tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instructional, maka dalam modul harus:
1)      berisi tujuan yang dirumuskan dengan jelas
2)      berisi materi pelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit kecil atau spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas.
3)      menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi pelajaran
4)      menampilkan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan siswa memberikan respon dan mengukur tingkat penguasaannya.
5)      kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana atau konteks tugas dan lingkungan penggunanya.
6)      menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif.
7)      terdapat rangkuman materi pembelajaran.
8)      terdapat instrumen penilaian , yang memungkinkan pengguna atau siswa melakukan self assessment.
9)      terdapat instrumen yang dapat digunakan siswa mengukur atau mengevaluasi tingkat penguasaan materi.
10)  terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga siswa mengetahui tingkat penguasaan materi.
11)  tersedia informasi tentang rujukan,pengayaan atau referensi yang mendukung materi pembelajaran dimaksud.
b.      Self Contained; yaitu seluruh materi pelajaran dari satu unit kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk  mempelajari materi pelajaran yang tuntas, karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu unit kompetensi harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan kompetensi yang harus dikuasai.
c.       Stand Alone (berdiri sendiri); yaitu modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media pembelajaran lain. Dengan menggunakan modul, siswa tidak tergantung dan harus menggunakan media yang lain untuk mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika masih menggunakan dan bergantung pada media lain selain modul yang digunakan, maka media tersebut tidak dikategorikan sebagai media yang berdiri sendiri.
d.      Adaptive; modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel digunakan. Dengan memperhatikan percepatan perkembangan ilmu dan teknologi pengembangan modul multimedia hendaknya tetap up to date. Modul yang adaptif adalah jika isi materi pembelajaran dapat digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu. 
e.       User Friendly; modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon, mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang umum digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly.
2.      Pembelajaran menggunakan modul
Pembelajaran  merupakan suatu proses komunikasi yang dilakukan untuk menyampaikan suatu informasi kepada peserta didik baik itu berupa pengetahuan, keterampilan, keahlian maupun ide-ide. Informasi tersebut biasanya dikemas sebagai satu kesatuan yaitu bahan ajar (teaching material). Bahan ajar merupakan seperangkat materi pelajaran yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dalam kegiatan pembelajaran[8]. Dengan adanya bahan ajar memungkinkan peserta didik mempelajari suatu kompetensi atau kompetensi dasar secara runtut dan sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu.
Bahan ajar disusun untuk mempermudah peserta didik dalam memperoleh informasi atau mempermudah mereka dalam menguasai materi yang diberikan. Selain itu, bahan ajar juga berguna untuk mempermudah guru dalam menyampaikan materi dalam pembelajaran serta agar pembelajaran lebih menarik.
Pembelajaran dengan modul adalah pendekatan pembelajaran mandiri yang berfokuskan penguasaan kompetensi dari bahan kajian yang dipelajari peserta didik dengan waktu tertentu sesuai dengan potensi dan kondisinya. Dengan kata lain, pembelajaran dengan menggunakan modul disebut juga dengan pembelajaran mandiri. Sistem belajar mandiri adalah cara belajar yang lebih menitikberatkan pada peran otonomi belajar peserta didik.
Menurut Wedemeyer, dalam belajar mandiri, peserta didik yang belajar secara mandiri mempunyai kebebasan untuk belajar tanpa harus menghadiri pembelajaran yang diberikan guru di dalam kelas, peserta didik dapat mempelajari pokok materi tertentu dengan membaca modul atau melihat serta mengakses program e-learning tanpa bantuan atau dengan bantuan terbatas dari orang lain.[9] Dengan kata lain, peserta didik dapat belajar secara mandiri maupun mendapat bantuan dari guru akan tetapi tidak harus tergantung dengan kehadiran guru. Akan tetapi dalam penelitian ini, peserta didik tetap harus mengikuti proses balajar mengajar karena sistem pendidikan sekarang yang menuntut adanya proses pembelajaran di kelas dengan perencanaan sebagai berikut:
a.       Modul dibagikan kepada siswa paling lambat seminggu sebelum pembelajaran.
b.      Penerapan modul dalam pembelajaran menggunakan metode diskusi model pembelajaran kooperatif konstruktivistik.
c.       Pada setiap akhir unit pembelajaran dilakukan tes penggalan, tes sumatif dan tugas-tugas latihan yang teratruktur.
d.      Hasil tes dan tugas yang dikerjakan siswa dikoreksi dan dikembalikan dengan feedback yang terstruktur paling lambat sebelum pembelajaran unit materi ajar berikutnya.
e.       Memberi kesempatan kepada siswa yang belum berhasil menguasai materi ajar berdasarkan hasil analisis hasil tes penggalan dan sumatif, dipertimbangkan sebagai hasil diagnosis untuk menyelenggaran program remedial pada siswa diluar jam pembelajaran.[10]

Selain langkah-langkah yang dikemukakan Wayan diatas, ada langkah-lain yang harus dilakukan  yaitu menganalisa kebutuhan yang diperlukan oleh siswa. Dasar pemikiran dalam menganalisa kebutuhan siswa tersebut adalah landasan psikologis anak yang berhgubungan dengan tahap perkembangan siswa, dimana pada tahap perkembangan siswa kelas XI adalah kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, mampu bekerja sama dengan orang lain serta berorientasi pada masa depan.[11]
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan modul yang dibuat oleh Muhammad Zainal Abidin ( Guru Matematika SMAN 1 Bone-bone sulawesi selatan). Modul ini peneliti pilih karena materi yang terdapat dalam modul sesuai dengan materi yang ada pada Standar Isi serta sesuai dengan karakteristik serta kemampuan siswa kelas XI IPS SMAN 2 Sungai Tarab.

C.    Aktivitas Siswa Dalam Belajar
Pada proses belajar aktivitas siswa sangat diperlukan, karena pada prinsipnya belajar adalah berbuat. Berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi belajar adalah melakukan suatu kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi belajar-mengajar. Di dalam aktivitas belajar ada beberapa prinsip yang  ini berorientasi pada pandangan ilmu jiwa : [12]
1.      Pandangan ilmu jiwa lama. Menurut pandangan ini aktivitas didominasi oleh guru.
2.      Pandangan ilmu jiwa modern. Pandangan ini aktivitas siswa didominasi oleh siswa.
Dalam hal kegiatan belajar ini, segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, bekerja sendiri dengan fasilitas yang diciptakan sendiri baik secara rohani maupun secara teknis. Berbagai aktivitas dilakukan dalam proses pembelajaran. Aktivitas siswa tidak cukup dengan hanya mendengar saja, mencatat, dan mengerjakan tugas saja. Menurut Paul B. Deidrich kegiatan siswa dapat digolongkan sebagai berikut : [13]
1.      Visual activities (aktivitas mental) yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
2.      Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi dan interupsi.
3.      Listening activities  sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
4.      Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
5.      Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
6.      Motor activities, yang termasuk di dalamnyaantara lain: melakukan percoban, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak.
7.      Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.
8.      Emotional activities, seperti misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berano,tenang, gugup.

Berdasarkan pendapat di atas jelas bahwa aktivitas siswa sangat diperlukan dalam proses belajar. Tetapi kenyataannya dilapangan banyak siswa yang pasif, siswa lebih banyak mendengarkan, mencatat ringkasan materi yang diberikan guru di papan tulis atau dibacakan. Sehingga hal tersebut membuat siswa tidak kreatif baik dari segi bicara atau berbuat.
Karena keterbatasan waktu dan tenaga yang peneliti miliki maka aktivitas siswa yang diamati dalam penelitian ini adalah :
1.      Visual activities yaitu aktivitas siswa dalam membaca dan memahami modul yang diberikan.
2.      Mental activities melalui aktivitas ini siswa berlatih kecepatan, kemampuan mereka untuk menyelesaikan soal yang diberikan dalam modul.
3.      Writing activities melalui ketekunan siswa mencatat pembahasan soal-soal yang diberikan di dalam modul.
D.     Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang dilakukan secara klasikal dengan metode ceramah atau ekspositori dan pemberian tugas secara individu. Pembelajaran ini adalah pembelajaran yang menggunakan komunikasi satu arah. Ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah:
a)      Tujuan tidak dirumuskan secara spesifik
b)      Kegiatan intruksional kebanyakan berbentuk ceramah
c)      Pengalaman belajar kebanyakan benbentuk ceramah
d)      Partisipasi murid kebanyakan pasif
e)      Kecepatan belajar ditentukan oleh kecepatan guru mengajar
f)       Penguasaan tidak menyeluruh
g)      Keberhasilan siswa dinilai secara subjektif.[14]

Jadi dapat dikatakan bahwa pembelajaran konvensional lebih menitik beratkan pada keaktifan guru.
E.     Hasil Belajar
Kegiatan belajar mengajar merupakan proses yang berisi serangkaian kegiatan pendidikan dengan maksud adanya perubahan dalam diri siswa. Untuk mengetahui proses belajar tersebut, dapat dilihat dari hasil belajarnya. Agar kita mudah menganalisis keberhasilan siswa dalam belajar, maka kita harus memahami terlebih dahulu pengertian hasil belajar.
Hasil belajar adalah prestasi yang telah dicapai oleh seseorang setelah mengikuti proses pembelajaran. Hasil belajar diukur melalui tes atau penilaian hasil belajar yang dapat diberikan dalam bentuk angka atau huruf. Hasil belajar ini berguna untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai siswa dalam kurun waktu proses belajar tertentu, untuk mengetahui posisi atau kedudukan seseorang dalam kelompok kelasnya, untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam belajar, untuk mengetahui hingga sejauhmana siswa telah mendayagunakan kapasitas kognitifnya untuk keperluan belajar dan untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang telah digunakan guru dalam proses belajar mengajar.[15]
Menurut Wina Sanjaya “hasil belajar merupakan gambaran kemampuan siswa dalam memenuhi suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam satu kompetensi dasar.[16] Menurut Bloom dalam Sudjana “hasil belajar dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu tipe hasil belajar bidang kognitif, afektif, dan psikomotor”.[17] Untuk KTSP, ketiga tipe hasil belajar sudah digunakan.
Ketiga tipe hasil belajar tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      Ranah Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak).  Dalam ranah kognitif ini ada enam tingkatan:
a.       Pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya. Pengetahuan atau ingatan ini adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah.
b.      Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Pemahaman merupakan kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
c.       Penerapan atau aplikasi (application) adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tatacara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongret. Penerapan ini merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.
d.      Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor yang lainnya. Analisis ini adalah merupakan proser berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang aplikasi.
e.       Sintesis (synthesis) adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sistesis ini merupakn proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang analisis.
f.       Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation) adalah kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide. Penilain ini merupakan proses berfikir paling tinggi dalam ranah kognitif.
2.      Ranah Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Dalam ranah afektif ini terdiri dari lima jenjang:
a.       Menerima atau memperhatikan (receiving atau attending) adalah kepekaan seseorang dalam menerima ransangan dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain.
b.      Menanggapi (responding) adalah kemampuan dimiliki oleh seseorang untuk mengikut-sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara.
c.       Menilai atau menghargai (valuaing) adalah memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek.
d.      Mengatur atau mengorganisasikan (organization) adalah mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal, yang membawa kepada perbaikan umum.
e.       Karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai (characterization by a value or value complex) adalah keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
3.      Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan hasil belajar afektif.[18]
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Di samping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. Adanya pengaruh dalam diri siswa, merupakan hal yang logis dan wajar, sebab hakikat perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang diniati dan disadarinya. Siswa harus merasakan adanya kebutuhan untuk belajar dan berprestasi. Ia harus berusaha mengerahkan segala daya dan upaya untuk dapat mencapainya.
Gagne mengemukakan ada lima kemampuan yang merupakan hasil belajar yang ingin dicapai.
a.       Kemampuan intelektual, yang merupakan hasil belajar yang terpenting dari sistem persekolahan.
b.      Strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berfikir seseorang dalam artian yang seluas-seluasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah.
c.       Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta.
d.      Keterampilan motorik yang diperoleh di sekolah antara lain keterampilan menulis, membaca, menggunakan jangka, dan sebagainya.
e.       Sikap dan nilai yang berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimiliki seseorang sebagaimana dapat disimpulkan dari kecendrungannya bertingkah laku terhadap orang, barang atau kejadian.
Jadi hasil belajar dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa menguasai dan memahami pelajaran yang diterimanya. Tipe hasil belajar yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tipe hasil belajar aspek kognitif yang berupa tes hasil belajar dan aspek afektif dengan menggunakan lembar observasi. Jenis tes yang akan digunakan adalah tes essay.
F.     Penelitian yang Relevan
      Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Richard duschl (1993) menyatakan bahwa pembelajaran modul dalam pembelajaran konsep yang menyangkut kesetimbangan kimia dapat mengubah miskonsepsi siswa menuju konsep ilmiah. Selain penelitian yang dilakukan Richard, penelitan yang dilakukan oleh Santyasa, dkk (1999) juga menyatkan bahwa penerapan modul dapat mengubah miskonsepsi siswa menjadi konsep ilmiah dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.[19]
Perbedaan  penilitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Richard terletak pada materi yang diberikan, dimana Richard melakukan penelitian pada mata pelajaran kimia dan penelitian ini dilakukan pada mata pelajaran matematika.



[1] Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung; Universitas Putra Indonesia, 2003), h .22
[2] Ibid  h.15
[3] Ibid  h. 8
[4] Ibid  h. 58
[5] Subando, Joko. 2008. “Pembelajaran Matematika Dengan Dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama” (online). Tersedia:http://masbando.tripod.com/subandoweb/pembat.htm. 15 Mei 2009
[6] Ahmad Sabri, 2010,Strategi Belajar Mengajar Dan Micro Teaching,(Jakarta: Ciputat Press),h:143
[7] Op-Cit

[8] Muh. Rosyid, pengertian, fungsi dan tujuan penulisan modul. Tersedia di http://www.rosyid.info/2010/06/pengertian-fungsi-dan-tujuan-penulisan.html
[9] Rusman, 2010, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: PT.Grafindo Persada), h: 353
[10] . I Wayan Santyasa, Metode Penelitian Pengembangan Modul dan Toeri Pengembangan Modul,
[11] Laksmi Dewi, Pengembangan Model Pembelajaran Modular Untuk Meningkatkan Kompetensi Siswa Dalam Mata Pelajaran Fiqih Pada Madrasah Aliyah Di Provinsi Jawa Barat. Tersedia di http://abstrak.digilib.upi.edu/Direktori/TESIS/PENGEMBANGAN_KURIKULUM/039410_%20LAKSMI%20DEWI/T_PK_039410_Chapter2.pdf (offline)
[12] Sardiman A.M , Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006)
[13] Sardiman A.M , Ibid h. 103
[14] Nasution S, 2000, Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara), hal.209

[15]Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT.RajaGrafindo, 2002), h. 196-197
[16] Wina Sanjaya, strategi pembelajaran, (Jakarta: kencana), h. 27
[17] Nana sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2005),. h. 50
[18] Ibid, hal: 50-58
[19] Wayan. Op-Cit h:11
Bab III
Metode Penelitian
A.      Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yang bersifat kuantitatif dengan menggunakan metode eksperimen semu . Penelitian eksperimental-semu merupakan keadaan praktis, yang di dalamnya adalah tidak mungkin untuk mengontrol semua variabel yang relevan kecuali beberapa dan variabel tersebut.[1] Penelitian eksperimen semu bertujuan untuk menyelidiki hubungan sebab akibat dengan cara menggunakan modul sebagai kondisi perlakuan dan membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok yang tidak dikenai kondisi perlakuan.
B.       Rancangan Penelitian Eksperimen
26
 
Dalam penelitian ini dilaksanakan kegiatan belajar mengajar di dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan rancangan Randomized Control Group Only Design.[2] Pada penelitian ini, beberapa sampel diambil dari populasi dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Perlakuan pada kelas eksperimen adalah penerapan modul dalam pembelajaran sedangkan pada kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Pada akhir penelitian diberikan tes akhir untuk melihat hasil belajar pada kedua kelas sampel.
Tabel 2. Rancangan Penelitian[3]
Kelas
Perlakuan
Test
Kelas eksperimen
X
T
Kelas control
O
T
Keterangan:
X         : Pembelajaran mengunakan modul
O         : Pembelajaran konvensional
T          : Tes hasil belajar
Ekperimen atau percobaan penerapan modul dalam pembelajaran penulis gunakan untuk mengetahui hasil prestasi belajar dengan penerapan modul dalam pembelajaran dan pembelajaran konvensional. Dalam penelitian ini ekperimen diadakan selama 4 kali pertemuan, 3 kali pertemuan ekperiment menggunakan bahan modul dan yang 1 kali untuk uji kompetensi.
Gambar 1.  Langkah-langkah Melakukan Eksperimen


 








C.      Metode Penentuan Sampel
1.      Populasi
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa kelas XI SMAN 2 Sungai Tarab yang terdaftar pada tahun  ajaran 2011/2012.
2.      Sampel
Sampel dalam penelitian ini ada dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol yang diambil secara acak, setelah dilakukan uji homogenitas dan normalitas populasi terlebih dahulu dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
a.       Mengumpulkan nilai semester matematika siswa kelas XI SMAN 2 Sungai Tarab
b.      Melakukan uji normalitas populasi terhadap nilai semester siswa. Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah populasi berdistribusi normal atau tidak.   Hipotesis yang diajukan adalah:
   Ho = Populasi berdistribusi normal
   H1 = Populasi berdistribusi tidak normal
Langkah-langkah dalam menentukan uji normalitas ini yaitu:
1)      Data diperoleh dan disusun dari data yang terkecil sampai yang terbesar.
2)      Data dijadikan bilangan baku  dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
s  = Simpangan baku
= Skor rata-rata
xi  = Skor yang diperoleh siswa ke i
3)   Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku dihitung peluang .
4)   Menghitung jumlah proporsi skor baku yang lebih kecil atau sama  yang dinyatakan dengan S() dengan menggunakan rumus:
          
5)   Menghitung selisih antara F() dengan S() kemudian tentukan harga mutlaknya.
6)   Ambil harga mutlak yang terbesar dari harga mutlak selisih itu, beri simbol , =maks  F() -  S() .                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                
7)   Kemudian bandingkan  dengan nilai kritis L yang diperoleh dari daftar nilai kritis untuk uji Lilliefors pada taraf . Hipotesis diterima jika .

Kriteria pengujiannya :
(i)     Jika  <  berarti data sampel berdistribusi  normal.
(ii)   Jika  >  berarti data sampel tidak berdistribusi normal.[4]

Setelah dilakukan uji normalitas populasi, dapat disimpulkan bahwa populasi berdistribusi normal dengan  = 0.10477 dan  = 0.4801.




Gambar 2 . Uji Normalitas Kelas XI IPS1
Gambar 3. Uji Normalitas Kelas XI IPS2
Gambar 4. Uji Normalitas Kelas XI IPS3
c.       Melakukan uji homogenitas variansi dengan uji Barlett. Uji homogenitas variansi ini dilakukan untuk mengetahui apakah populasi mempunyai variansi yang homogen atau tidak.
Hipotesis yang diajukan, yaitu:
Langkah-langkah menentukan uji homogenitas yaitu:
1)      Hitung k buah ragam contoh dari contoh-contoh berukuran n1, n2, ...nk dengan
                                         
            Dari hasil pengolahan data di dapat N = 58
2)      Gabungkan semua ragam contoh sehingga menghasilkan dugaan gabungan:
                                         
            Dari pengolahan data di dapat       = 140,393
3)      Dari dugaan gabungan tentukan nilai peubah acak yang mempunyai sebaran Bartlett:
Dengan kriteria pengujian sebagai berikut:
Jika b ≥ bk (α;n) berarti homogen
Jika b < bk (α;n) berati tidak homogen.[5]
Dari pengolahan data di peroleh b       = 0.985  dan     b      =0.8945,  dimana 0,985 > 0,8945.
Berarti dapat disimpulkan bahwa populasi berdistribusi normal.

d.      Melakukan analisis variansi untuk melihat kesamaan rata-rata populasi. Analisis ini menggunakan uji-t dengan teknik Anava Satu Arah.
hipotesis yang diajukan adalah:
Ho :
 H1 : paling  kurang ada satu variansi yang tidak sama
Langkah-langkah untuk mengetahui kesamaan rata-rata populasi adalah:
1)      Misalkan k buah contoh masing-masing berukuran n1, n2, ...nk maka:
N =
Dari hasil pengolahan data di peroleh N = 58


2)      Hitung Jumlah Kuadrat Total dengan rumus:
JKT =
Dengan derajat bebasnya = N – 1 = 58-1=57

3)      Hitung Jumlah Kuadrat nilai tengah Kolom dengan rumus:
JKK =
Dengan derajat bebasnya = k – 1 = 3 – 1 = 2
4)      Hitung Jumlah Kuadrat Galat dengan rumus:

JKG = JKT – JKK =  -= 7789.978697
Dengan derajat bebasnya = N – k = 58 - 3 =55
5)      Tentukan Kuadrat Tengah Nilai Tengah Kolom dengan rumus:
 
6)      Tentukan Kuadrat Tengah Galat dengan rumus:
7)      Tentukan nilai f hitung dengan rumus:

f hitung =
 f tabel=3,15
e.       Jika populasi berdistribusi normal, mempunyai variansi yang homogen serta memiliki kesamaan rata-rata, maka diambil sampel dua kelas secara acak dan yang terambil pertama adalah kelas yang ditetapkan sebagai kelas eksperimen dan kelas yang terambil kedua adalah kelas yang ditetapkan sebagai kelas kontrol.
f.       Jika populasi tidak berdistribusi normal dan tidak homogen, maka digunakan pengambilan sampel yang lain, salah satunya dengan cara Sampling Bertujuan (Purposive Sampling), yaitu teknik sampling yang digunakan oleh peneliti yang mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya.
Dari penjelasan diatas, penarikan sampel dilakukan dengan pencabutan lot dimana dari hasil pencabutan lot tersebut, diperoleh kelas XI IPS 3 sebagai kelas eksperiment dan Kelas XI IPS 1 sebagai kelas kontrol.

D.      Variabel, Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
1.      Variabel
Variabel dalam penelitian ini adalah:
a.          Variabel bebas adalah perlakuan yang diberikan kepada siswa kelompok eksperimen yaitu penerapan modul dalam pembelajaran matematika.
b.         Variabel terikat adalah hasil belajar matematika siswa.

2.      Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
a.       Data primer, berupa data hasil belajar matematika siswa yang diambil setelah penelitian.
b.      Data sekunder berupa jumlah siswa dan nilai ulangan harian matematika siswa kelas XI SMAN 2 Sungai Tarab  tahun pelajaran  2011/2012.

3.      Sumber data
Sumber data pada penelitian ini adalah siswa kelas XI, guru bidang studi matematika dan tata usaha SMAN 2 Sungai Tarab.
4.      Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan cara yang dipakai dalam mengumpulkan data-data yang diperoleh dalam rangka pengujian penelitian. Adapun metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
a.      Metode Ekperimen
Ekperimen atau percobaan penerapan modul digunakan untuk mengetahui hasil prestasi belajar siswa yang menggunakan modul dan hasil belajar siswa tanpa menggunakan modul.
b.      Wawancara
Wawancara adalah pengumpulan data dengan cara pemberian pertanyaan secara lisan dan pertanyaan yang diajukan telah dipersiapakan secara tuntas.[6]  maksud penggunan metode ini adalah untuk mencari data yang berhubungan dengan kurikulum,metode, dan teknik yang digunakan dalam pembelajaran Matematika dalam hal ini dilakukan dengan kepala sekolah, Waka Kurikulum, Kaur TU dan guru Matematika.
wawancara dengan kepala sekolah yaitu mengenai izin untuk mengadakan penelitian. Wawancara dengan Waka Kurikulum untuk memperoleh data awal nilai semester II kelas X. Wawancara dengan Kaur TU untuk memperoleh jumlah siswa kelas XI. Sedangkan wawancara dengan guru mata pelajaran Matematika yaitu mengenai materi pembelajaran.
c.       Observasi
Observasi adalah pengamatan terhadap objek yang akan diteliti dengan menggunakan instrumen tertentu.[7] Metode ini digunakan untuk memperoleh data secara langsung tentang kegiatan atau aktivitas belajar mengajar Matematika dengan menggunakan Modul dan tidak menggunakan Modul atau konvensional.
d.      Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, sutar kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya.[8] Metode ini digunakan untuk memperoleh gambaran umum tentang data sekolah, ruang lingkup, sarana dan prasarana, penunjang kegiatan belajar mengajar yang ada di SMA Negeri 2 Sungai Tarab.
E.       Prosedur Penelitian
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, dilakukan dengan beberapa tahap yaitu:
1.      Tahap Persiapan
a         Meninjau sekolah tempat penelitian diadakan.
b        Mengajukan surat permohonan penelitian.
c         Konsultasi dengan guru bidang studi yang bersangkutan.
d        Melakukan analisis terhadap modul yang akan digunakan.
e         Menetapkan jadwal pelaksanaan penelitian.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2012. Adapun jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:
 Tabel 3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Kegiatan
Eksperimen
Kontrol
Pertemuan 1
14 Januari 2012
16 Januari 2012
Pertemuan 2
19 Januari 2012
19 Januari 2012
Pertemuan 3
21 Januari 2012
23 Januari 2012
Tes
26 Januari 2012
26 Januari 2012
b)      Membuat rencana pengajaran sebagai pedoman dalam proses pengajaran. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dapat dilihat pada Lampiran XII.
c)      Menyusun kisi-kisi soal untuk bahan evaluasi bagi siswa. Kisi-kisi soal tes hasil belajar dapat dilihat pada Lampiran IV.
d)     Merancang tes hasil belajar.
e)      Menetapkan kelas sampel
f)       Mempersiapkan tes akhir.
1.      Tahap Pelaksanaan
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
1)         Kegiatan Awal (Apersepsi) 10 menit:
a)      Guru mempersiapkan kondisi kelas dan keadaan siswa untuk memulai pembelajaran
b)      Siswa memimpin doa
c)      Guru mengambil absen
d)     Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
e)      Guru menyuruh siswa duduk perkelompok sesuai kelompok yang telah ditentukan sebelumnya.
2)         Kegiatan inti ( 100 menit ):
a)      Siswa mendiskusikan materi dan contoh soal beserta pembahasannya yang ada pada modul yang diberikan
b)       Siswa menyelesaikan soal soal yang ada dalam modul
c)                 Guru mengontrol jalannya diskusi yang dilakukan siswa
d)     Guru meminta siswa untuk menuliskan jawaban penyelesaian soal yang telah didiskusikan dalam kelompok di papantulis dan kemudian membahasnya secara bersama-sama
3)         Kegiatan akhir (25 menit)
a)      Guru bersama siswa menyimpulkan hasil belajar pada hari ini
b)      Guru memberikan soal latihan untuk dikerjakan siswa secara individu (soal Latihan diambil dari buku pegangan guru agar adanya korelasi modul dengan buku pegangan guru)
c)      Guru mengumpulkan lembar jawaban soal latihan yang telah di buat oleh siswa
d)     Guru bersama siswa mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan doa.

1)      Pendahuluan (5 menit)
a)       Guru menyapa, mengabsen siswa dan mengkondisikan kelas untuk menunjang PBM.
b)      Guru memberikan apersepsi kepada siswa.
c)       Guru memberikan motivasi kepada siswa.
d)      Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
2)      Kegiatan inti (65 menit)
a)       Guru menjelaskan materi dan memberikan contoh soal yang berhubungan dengan materi yang dipelajari. (20 menit)
b)      Siswa diberi tugas mengerjakan latihan yang ada pada buku. (20 menit)
c)       Siswa ditunjuk untuk mengerjakan soal tersebut pada papan tulis (15 menit)
d)      Guru memeriksa hasil kerja siswa(10 menit)
3)      Penutup (10 menit)
a)       Guru bersama siswa merangkum materi yang telah dipelajari pada hari itu.
b)      Guru memberikan pekerjaan rumah (PR) dan tugas baca untuk materi berikutnya kepada siswa.


2.       Tahap Penyelesaian
Memberikan tes akhir pada kedua kelas, kemudian hasil tes dari kelas eksperimen dan kelas kontrol diolah dan dianalisis untuk menentukan apakah hasil belajar matematika dengan penerapan modul dalam pembelajaran lebih baik dari pada hasil belajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.



F.       Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat yang digunakan dalam mengumpulkan data. Instumen pada penelitian ini berupa tes.
1.      Tes
Tes yang dilakukan berupa tes essay. Materi yang diujikan dalam tes sesuai dengan materi yang diberikan selama penelitian. Penyusunan tes dibuat berdasarkan indikator yang berkaitan dengan pokok bahasan. Selanjutnya dilakukan analisis soal untuk mengetahui validitas soal, daya pembeda, indeks kesukaran dan reliabilitas tes dengan melakukan uji coba soal sebelumnya.
a.       Validitas tes
Suatu tes dapat dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur. Suatu tes dikatakan valid apabila:
1)             Bahan yang akan diteskan harus sesuai dengan bahan pelajaran yang telah diberikan.
2)             Bahan tes tersebut sesuai dengan kurikulum yang digunakan
3)             Bahan tes sesuai dengan pengalaman belajar siswa.
Soal yang dirancang harus sesuai dengan indikator pembelajaran dan kisi-kisi soal yang dibuat. Tes yang dirancang divaliditasi terlebih dahulu oleh beberapa ahli yaitu satu orang dosen dan satu guru matematika. Rancangan tes disusun sesuai dengan kisi-kisi soal yang telah dibuat.

b.      Daya pembeda soal
Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.[9] Besarnya daya pembeda (Indeks Diskriminasi) dapat dihitung dengan rumus:
1)      Data diurutkan dari nilai tertinggi sampai terendah.
2)      Kemudian diambil 27% dari kelompok yang mendapat nilai tinggi dan 27% dari kelompok yang mendapat nilai rendah.
3)      Hitung “degress of freedom” (df) dengan rumus:
df = (n-1) + (n-1)
            n= n= 27% N = n
4)      Cari indeks pembeda soal dengan rumus :
 I=
Keterangan:
I   = Indeks pembeda soal
M = Rata-rata skor kelompok tinggi
M = Rata-rata skor kelompok rendah
= Jumlah kuadrat deviasi skor kelompok tinggi
= Jumlah kuadrat deviasi skor kelompok rendah
n  = 27%  N
N = Banyak peserta tes.[10]
Menurut Prawironegoro, ”Suatu soal mempunyai daya pembeda soal yang berarti (signifikan) jika Ihitung  Itabel pada df yang telah ditentukan”[11].
Setelah dilakukan uji coba, didapat daya pembeda soal sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil Daya Pembeda Soal Setelah Dilakukan Uji    Coba
No
Ip
Keterangan
1
2,81
Signifikan
2
2,45
Signifikan
3
0,35
Tidak Signifikan
4a
1,57
Tidak Signifikan
4b
1,77
Tidak Signifikan
5
6,77
Signifikan
6
2,78
Signifikan

c.       Indeks kesukaran
Tingkat kesukaran soal adalah besaran yang digunakan untuk menyatakan apakah soal termasuk kedalam kategori mudah, sedang atau sukar. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit, tetapi yang sedang-sedang saja. Untuk menentukan indeks kesukaran soal dapat dicari dengan rumus:[12]
Keterangan :
Ik   =  Indeks Kesukaran soal
Dt   =  Jumlah skor kelompok tinggi
Dr   =  Jumlah skor kelompok rendah
m   =  Skor setiap soal benar
n    =  27 % x N
N   =  Banyak peserta tes
Kriteria:
Ik  <  27%                 Soal Sulit
27 % ≤ Ik ≤ 73 %     Soal Sedang
Ik > 73 %                  Soal mudah


Setelah dilakukan uji coba soal didapat hasil untuk indeks kesukaran soal sebagai berikut:



Tabel 5. Hasil Indeks Kesukaran Soal Setelah Dilakukan Uji Coba
No
Ik
Keterangan
1
30 %
Sedang
2
80 %
Mudah
3
81,7 %
Mudah
4a
87,5 %
Mudah
4b
86,25 %
Mudah
5
73,13%
Mudah
6
43,75%
Sedang

d.      Reliabilitas Soal
Reliabilitas soal adalah derajat ketepatan dan ketelitian atau akurasi yang ditunjukkan oleh instrument pengukuran.[13] Istilah lain dari reliabilitas adalah stabilitas dapat dipercaya dan dapat diramalkan. Suatu tes dikatakan reliabel apabila dari pengujian menunjukkkan hasil yang sama. Untuk menunjukkan koefisien reliabilitas digunakan rumus alpha, yaitu:[14]
r11 =
                      Keterangan:    
                      r11           = reliabilitas yang dicari
                       = jumlah variansi butir
                           = variansi total
                      k          = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

Klasifikasi reliabilitas:
0, 00  r11  <  0, 20   , reliabilitas sangat rendah
0, 20  r11  <  0, 40  , reliabilitas rendah
0, 40   r11 <  0, 70  , reliabilitas cukup
0, 70   r11 <  0, 90   , reliabilitas tinggi
0, 90   r11  1, 00  , reliabilitas tinggi sekali
    
Setelah dilakukan uji coba soal didapat nilai r= 0,52 dan nilai r= 5,14 pada taraf sigifikan 5% Jadi dapat disimpulkan bahwa r> r, sehingga soal adalah reliabel dengan kriteria reliabelitas cukup.
e.       Klasifikasi Soal
Setelah dilakukan perhitungan indeks daya pembeda (Ip) dan indeks kesukaran soal (Ik) maka ditentukan soal yang akan digunakan.
Klasifikasi soal / item menurut Prawironegoro adalah:[15]
1)      Item tetap dipakai jika Ip signifikan dan 0% < I < 100%
2)      Item diperbaiki jika:
     I signifikan dan I= 0% atau I = 100%
     I tidak signifikan dan 0%< I<100%
3)      Item diganti jika I tidak signifikan dan I= 0% atau I=100%
Dari hasil pengilahan nilai uji coba soal tes, disimpulkan bahwa dari ke enam soal uji coba tes tersebut diperoleh soal yang dapat dipakai untuk tes akhir sebanyak 4 butir soal dan 32 butir soal diperbaiki. Hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah.
TABEL 6.  HASIL ANALISIS SOAL UJI COBA TES AKHIR
No
Keterangan
Keterangan
Klasifikasi
1
2,81
 Signifikan
30%
Sedang
Dipakai
2
2,45
 Signifikan
80%
Mudah
Dipakai
3
0,35
Tidak Signifikan
81,67%
Mudah
Diperbaiki
4a
1,57
Tidak Signifikan
87,5%
Mudah
Diperbaiki
4b
1,77
Tidak Signifikan
86,25%
Mudah
Diperbaiki
5
6,76
Signifikan
73,125
Mudah
Dipakai
6
2,78
Signifikan
43,75
Sedang
Dipakai

2.      Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk pengamatan aktivitas dan kegiatan masing-masing siswa dalam belajar matematika dengan penggunaan modul selama proses penelitian dilakukan. Lembaran observasi tersebut penulis buat sendiri dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Menentukan indikator-indikator penelitian terhadap aktivitas belajar siswa yang diamati selama pembelajaran berlangsung.
b.      Merancang lembaran observasi yang digunakan.
c.       Memvalidasi lembaran observasi yang akan digunakan, dimana hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah lembaran observasi yang akan digunakan oleh peneliti sudah layak atau belum digunakan.
Indikator aktivitas yang peneliti lihat dalam penelitian ini adalah:
Tabel 7. Indikator-Indikator Aktivitas Siswa
No
Jenis Aktivitas
Indikator
1
Visual activities
Siswa membaca dan memahami modul yang diberikan
2
Mental Activities
Siswa berfikir untuk memecahkan soal-soal yang ada dalam modul
3
Writing Activities        
Siswa mencatat materi hasil diskusi yang mereka lakukan dan pembahasan soal-soal yang diberikan di dalam modul.

Lembar observasi ini diisi pada setiap kali pertemuan oleh seorang observer.  Lembaran observasi ini dilihat seberapa jauh peningkatan atau penurunan aktivitas siswa dalam belajar matematika dengan penggunaan modul dalam pembelajaran.   
G.      Teknik Analisis Data                
1.      Aktivitas Belajar Matematika
Data aktivitas yang diperoleh melalui lembar observasi dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
P = x 100%
Keterangan:         
            P    = Persentase aktivitas
F    = Frekuensi aktivitas
N   = Jumlah siswa[16]
Tingkat keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran dapat dilihat dalam Dimyati dan Mudjiono yaitu:[17]
Tabel 8.  Kriteria Tingkat Keberhasilan Aktivitas Belajar Siswa
Kriteria
Tingkat Keberhasilan
Persentase/%
Sedikit sekali
Tidak berhasil
1-25
Sedikit
Kurang Berhasil
26-50
Banyak
Berhasil
51-75
Banyak sekali
Sangat Berhasil
76-100

2.      Data Hasil Belajar
Sesuai dengan hipotesis yang ditemukan maka untuk menganalisis data penelitian ini digunakan uji-t, penggunaan rumus uji-t ini bertujuan untuk melihat perbandingan antara kelas eksperimen dan kelas control. Sebelum melakukan uji-t terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas varians.
a.       Uji Normalitas
Hipotesis yang diajukan adalah:
Ho = Kelompok sampel berasal dari populasi yang berdistribusi
   normal
H1 = Kelompok sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak
  normal
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelompok data berdistribusi normal atau tidak. Uji ini dilakukan dengan menggunakan uji Liliefors dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1)             Data diperoleh dan disusun dari data yang terkecil sampai yang terbesar.
2)             Data dijadikan bilangan baku  dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
s  = Simpangan baku
            x = Skor rata-rata
xi  = Skor yang diperoleh siswa ke i
3)             Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku dihitung peluang .
4)             Menghitung jumlah proporsi skor baku yang lebih kecil atau sama  yang dinyatakan dengan S() dengan menggunakan rumus:
5)             Menghitung selisih antara F() dengan S() kemudian tentukan harga mutlaknya.
6)             Ambil harga mutlak yang terbesar dari harga mutlak selisih itu diberi simbol  
7)             Kemudian bandingkan  dengan nilai kritis yang diperoleh dari daftar nilai kritis untuk uji Lilliefors pada taraf . Kriterianya adalah terima H0 bahwa data hasil belajar berdistribusi normal jika . Dari analisis data pada taraf nyata  terlihat bahwa  maka H0 di terima[18].

b.      Uji Homogenitas Variansi
Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah kedua kelompok data mempunyai variansi homogen atau tidak
Uji ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)  Tulis H1 dan H0 yang diajukan
           
2) Tentukan nilai sebaran F dengan , dan  
3)  Tetapkan taraf nyata
4)  Tentukan wilayah kritiknya jika
      maka wilayah kritiknya adalah:
       dan
5) Tentukan nilai f bagi pengujian
         
Dengan:
    = Variansi hasil belajar kelompok eksperimen
    = Variansi hasil belajar kelompok control

7)  Keputusannya:
   jika:<. Berarti datanya Homogen. jika: atau , berarti datanya tidak Homogen.[19]


c.       Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk menentukan apakah hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Dengan hipotesis yaitu:  dengan  merupakan rata-rata hasil belajar matematika kelas eksperimen dan  merupakan rata-rata hasil belajar matematika kelas kontrol. Ho adalah hasil belajar matematika siswa SMAN 2 Sungai Tarab dengan penerapan modul dalam pembelajaran lebih baik dari pada pembelajaran konvensional. H1 adalah hasil belajar matematika siswa SMAN 2 Sungai Tarab dengan penerapan modul dalam pembelajaran  tidak lebih baik dari pada pembelajaran konvensional.
Berdasarkan uji normalitas dan uji homogenitas variansi, rumus untuk menguji hipotesis yaitu:
1)      Jika skor hasil belajar siswa berdistribusi normal dan data berasal dari sampel yang bervariansi homogen, maka rumusnya:
         dan      s =
Keterangan:
 = Skor rata-rata siswa kelompok eksperimen
 = Skor rata-rata siswa kelompok kontrol
s   = Simpangan baku gabungan
n = Jumlah siswa kelompok eksperimen
 n2  = Jumlah siswa kelompok kontrol
   s = Standar deviasi kelas eksperimen
   s = Standar deviasi kelas kontrol
Dengan kriteria pengujian sebagai berikut:
Terima H0 jika t < t(α, v), dengan v = n1+ n2 – 2 selain itu H0 ditolak.[20]
2)      Jika populasi berdistribusi normal dan kedua kelompok data tidak mempunyai variansi yang homogen, maka rumusnya:


Dengan  Kriteria pengujiannya adalah:
H0 diterima jika t < t(α, v) dan H0 ditolak jika terjadi sebaliknya.[21]





[1] Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi. 2005. Metodologi Penelitian. (Jakarta: PT Bumi Aksara)   h.54
[2] Suryobroto, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002)
[3] Sumadi Suryabrata. Metode Penelitian. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), h. 104
[4] Sudjana, Metode Statistik, (Bandung: Tarsito, 2005), h. 466

[5] Ronald, E. Walpole. 1995, Pengantar Statistika, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka), h. 391-392 Edisi Ketiga
[6] Anas  Sudijono, pengantar statistik pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), 2005, h:29
[7] Ibid
[8] Suharsimi Arikunto, ProsedurPenelitian , (Jakarta : PT Rineka Cipta,2006), h:231
[9] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta: Bumi Aksara,2001), h. 211
[10] Pratiknyo Prawironegoro, Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal Bidang Studi Matematika, (Jakarta: Dirjen Dikti P2I. PTK, 1985), h. 13
[11] Ibid, h. 12
[12] Ibid, h. 14-15
[13] Consuelo G. Sevilla, Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2006), h.175
[14] Suharsimi Arikunto, Op-Cit h. 196
[15] Pratiknyo Prawironegoro, Lock.cit, h. 16
[16] Anas Sudijono, Pengantar  Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005), h. 43
[17] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembalajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), h. 125
[18] Sudjana, Lock-cit. h. 46
[19] Ronald, E. Walpole. Op cit, h. 314- 315
[20] Ibid, h. 239
[21] Ronald E.Walpole, Pengantar Statistik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka, 1995), h. 391



Tidak ada komentar:

Posting Komentar