PENERAPAN PEMBELAJARAN
MENGGUNAKAN MODUL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SISWA KELAS XI IPS SMAN 2
SUNGAI TARAB
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Amanat penciptaan manusia
oleh Allah SWT adalah untuk menjadi khalifah atau pemimpin dimuka bumi. Agar
menjadi pemimpin yang baik, manusia harus mempunyai berbagai macam ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan tersebut dapat diperoleh melalui proses
pendidikan. Proses pendidikan sebagaimana termaktub dalam surat Al-Isra’ ayat 4
bahwa Allah mengajarkan manusia melalui perantaraan kalam atau kalimat. Dari
hal ini dapat kita mengambil sebuah kesimpulan bahwa betapa pentingnya
pendidikan bagi manusia.
Masalah pendidikan
merupakan persoalan yang sangat penting dalam suatu negara. Kualitas pendidikan
menjadi tolak ukur perkembangan bangsa dan negara tersebut.
Perkembangan suatu bangsa hanya dapat dilaksanakan oleh manusia-manusia yang
memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kapasitas
intelektual tinggi. Sedangkan SDM hanya dapat diperoleh melalui sistem
pendidikan yang bermutu.
Semakin tinggi mutu pendidikan suatu bangsa, maka akan semakin cepat pula
perkembangan bangsa tersebut.
|
Dalam proses
pembelajaran, seorang guru harus memiliki dua komponen utama, yaitu penguasaan
materi dan penguasaan metode pengajaran. Dengan adanya penguasaan materi dan metode pengajaran yang baik oleh guru,
maka peningkatan hasil belajar siswa akan dapat meningkat.
Ketika siswa dan
guru sudah menjalankan fungsi dan tugasnya sebagaimana mestinya, pemerintah
sebagai pemegang sistem juga harus berperan dengan aktif. Salah satu wujud nyata peran aktif yang telah
dijalankan pemerintah sebagai pemegang sistem adalah
dengan
terus mengembangkan standar pendidikan Indonesia, yaitu dengan menjadikan mata
pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Matematika sebagai standar
kelulusan. Matematika merupakan salah satu pelajaran wajib yang diajarkan di
sekolah, mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi seperti yang di
jelaskan dalam Undang Undang RI No 21 tahun 2003 tentang Sisdiknas (sistim
Pendidikan Nasional) pasal 37 bahwa mata pelajaran matematika merupakan mata
pelajaran wajib bagi siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Proses pembelajaran akan berjalan dengan baik dan
maksimal apabila dalam proses pembelajaran tersebut didukung dengan sarana dan
prasarana yang memadai seperti ketersediaan buku pegangan siswa. Dalam dunia pendidikan, buku
merupakan bagian dari kelangsungan pendidikan. Dengan buku, pelaksanaan
pendidikan dapat lebih lancar. Guru dapat mengelola kegiatan pembelajaran
secara efektif dan efisien lewat sarana buku. Siswa pun dalam mengikuti
kegiatan belajar dengan maksimal dengan sarana buku.[2]
Dengan kata lain, apabila buku pegangan pada siswa tidak ada, maka pembelajaran
tidak akan berjalan dengan efektif dan efisien.
Selama melaksanakan penelitian mini di
SMAN 2 Sungai Tarab, peneliti
melihat bahwa siswa yang memiliki buku pegangan hanya beberapa orang siswa
saja, sehingga dalam pembelajaran yang dilakukan kebanyakan siswa
tersebut banyak yang mengerjakan kegiatan lain yang tidak berhubungan
dengan pembelajaran. Akibat dari hal tersebut, hasil belajar mereka banyak yang tidak mencapai KKM yang
telah ditetapkan. Hal ini tergambar pada daftar nilai siswa kelas X4 di bawah ini.
Tabel
1 .
|
Persentase Ketuntasan Nilai
Ujian Semester Genap Kelas X SMAN 2 Sungai Tarab Tahun Ajaran 2010/2011
|
|||
Kelas
|
Tuntas
|
Tidak Tuntas
|
||
X1
|
46,3%
|
53,7%
|
||
X2
|
55,8%
|
44,2%
|
||
X3
|
38,1%
|
61,9%
|
||
X4
|
57,15%
|
42,85%
|
||
Sumber: Waka
Kurikulum SMAN 2 Sungai Tarab
Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, salah
satu upaya yang bisa dilakukan oleh guru
adalah dengan penerapan pembelajaran menggunakan modul. Penerapan pembelajaran menggunakan modul diajukan sebagai
upaya untuk menanggulangi masalah diatas, karena dengan penerapan pembelajaran
menggunakan modul siswa dapat belajar secara mandiri. Dengan belajar secara
mandiri, kemungkinan siswa untuk melakukan kegiatan yang tidak berhubungan
dengan pembelajaran dapat diminimalisir. Selain hal tersebut, dengan adanya
modul siswa dapat mengefektifkan waktu belajarnya sesuai dengan kecepatan dan
kemampuan belajar mereka masing-masing. Dengan meningkatnya aktivitas serta
efektivitas belajar siswa, maka peningkatan hasil belajar siswapun dapat
tercapai. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membahas masalah ini yang akan peneliti
beri judul: PENERAPAN PEMBELAJARAN
MENGGUNAKAN MODUL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SISWA KELAS XI IPS SMAN 2
SUNGAI TARAB
B.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di
atas, maka peneliti dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut :
a. Kurangnya
ketersedian buku pegangan siswa
b. Siswa
kurang aktif dalam pembelajaran matematika
c. Hasil
belajar matematika siswa masih rendah.
C. Batasan Masalah
Mengingat keterbatasan waktu, tenaga,
dan teori-teori yang mendukung maka peneliti membatasi masalah ini pada:
a. Aktivitas
siswa dalam pembelajaran matematika
b. Hasil
belajar matematika siswa dilihat dari ranah kognitif dengan menggunakan modul
pembelajaran matematika pada
materi komposisi fungsi dan fungsi invers.
D.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
batasan masalah di atas, peneliti merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut:
1.
Bagaimana aktifitas siswa dengan penerapan pembelajaran menggunakan modul dalam pembelajaran di kelas XI SMAN 2 Sungai Tarab.
2.
Apakah hasil
belajar matematika siswa dengan penerapan pembelajaran menggunakanan modul lebih tinggi dari pada hasil belajar matematika siswa dengan pembelajaran
konvensional?
E.
Asumsi
Penelitian
Adapun
asumsi dalam penelitian ini adalah:
1.
Setiap siswa memiliki kesempatan dan waktu yang sama untuk memperoleh
materi pelajaran
2.
Nilai yang diperoleh pada akhir
penelitian mencerminkan kemampuan akademis belajar matematika siswa.
F. Hipotesis
Hipotesis
yang peneliti ajukan dalam penelitian ini adalah: “Hasil belajar matematika
siswa pada pembelajaran menggunakan
modul lebih tinggi dari pada hasil belajar matenatika siswa pada pembelajaran
konvensional”
G.
Definisi operasional
Modul merupakan bahan ajar cetak yang
dirancang untuk dapat dipelajari secara mandiri oleh peserta didik. Modul
disebut juga media untuk belajar mandiri karena di dalamnya telah dilengkapi
petunjuk untuk belajar sendiri.[3]
Artinya, peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar tanpa kehadiran guru
secara langsung. Bahasa, pola, dan sifat kelengkapan lainnya yang terdapat
dalam modul ini diatur sehingga ia seolah-olah merupakan “bahasa pengajar” atau
bahasa guru yang sedang memberikan pengajaran kepada murid-muridnya.
Pembelajaran menggunakan modul adalah proses belajar, dimana siswa dapat
belajar sendiri dengan bantuan modul. Hal ini memungkinkan karena dalam modul
pembelajaran itu dilengkapi dengan berbagai komponen. Pada
penelitian ini, peneliti menggunakan modul yang dibuat oleh Muhammad Zainal
Abidin ( Guru Matematika SMAN 1 Bone-bone Sulsel)
Hasil
Belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajarnya.[4]
Hasil belajar siswa dilihat pada ranah kognitif siswa. Hasil belajar dan aktivitas siswa secara operasional
dalam penelitian ini merupakan sasaran yang ingin dicapai dalam penerpan modul
pembelajaran matematika.
Pembelajaran
konvensioanal merupakan pembelajaran yang dilakukan
secara klasikal dengan metode ceramah atau ekspositori dan pemberian tugas
secara individu. Pembelajaran ini adalah pembelajaran yang menggunakan
komunikasi satu arah.
H.
Tujuan
Penelitian
Adapun
tujuan penelitian ini adalah :
a.
Untuk mengetahui aktivitas siswa selama proses pembelajaran
dengan penggunaan modul di kelas XI SMAN 2 Sungai Tarab .
b.
Untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa dengan penerapan pembelajaran
menggunakan modul lebih tinggi dari pada hasil belajar matematika siswa dengan pembelajaran konvensional.
I.
Kegunaan
Penelitian
Penelitian ini
diharapkan berguna untuk :
a.
Sebagai bahan masukan bagi guru dan calon guru matematika
untuk memilih dan membuat bahan ajar yang akan digunakan.
b.
Sebagai informasi bagi guru matematika dan peneliti
berikut untuk melakukan penelitian lebih dalam lagi
c.
Sebagai masukan bagi semua pihak yang berkecimpung dalam
dunia kependidikan, khususnya guru matematika untuk meningkatkan prestasi
belajar matematika umumnya
d.
Sebagai referensi bagi guru matematika dalam melaksanakan
proses belajar mengajar.
e.
[1] Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer, (Bandung; Universitas Putra Indonesia,
2003), h .7
[2] Masnur Muslich, Ada Apa dengan Buku
Teks?, tersedia di
http://masnur-muslich.blogspot.com/2008/10/ada-apa-dengan-buku-teks.html
[3] Muh. Rosyid,
pengertian, fungsi dan tujuan penulisan modul. Tersedia di http://www.rosyid.info/2010/06/pengertian-fungsi-dan-tujuan-penulisan.html
[4] Nana sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung; Remaja
Rosdakarya, 2005), h.22
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Hakikat Pembelajaran Matematika
Matematika adalah salah satu disiplin
ilmu yang didapat siswa mulai dari tingkat dasar sampai tingkat menengah bahkan sampai perguruan tinggi.
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang didapat dengan bernalar. Matematika
terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses,
dan penalaran. Matematika juga merupakan ilmu yang terstruktur yang mempelajari
konsep-knsep mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. “Dalam
matematika terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami
topik selanjutnya".[1]
Hal ini berarti untuk menerima pelajaran yang baru, siswa dituntut untuk
memiliki pemahaman awal agar dapat menerima pelajaran baru dengan baik. Pemahaman
awal inilah yang menjadi konsep prasyarat untuk memahami konsep selanjutnya. matematika
adalah sarana berpikir”[2],
maka siswa harus memiliki pengetahuan awal tentang pelajaran yang akan didapat
sehingga dapat menjalankan proses pembelajaran dengan lancar dan dapat berperan
aktif dalam pembelajaran tersebut.
|
Berhasil tidaknya proses belajar dan pembelajaran
sangat tergantung kepada tingkat kesiapan atau tingkat kematangan siswa atau individu itu sendiri. Erman, dkk
berpendapat “seorang anak akan lebih berhasil belajarnya jika ia telah siap
untuk melakukan kegiatan belajar”. Dapat disimpulkan bahwa, semakin siap
seseorang dalam menerima pelajaran maka makin baik pula hasil belajar yang
didapatnya. Jika siswa tidak siap dalam menerima pelajaran matematika, maka
proses pembelajaran matematika tidak dapat berjalan lancar dan tujuan
pembelajaran tidak tercapai secara optimal.
Tujuan umum pembelajaran matematika adalah
“memberikan penekanan pada penataan nalar dan pembentukan sikap serta
memberikan penekanan pada keterampilan dalam penerapan matematika”.[4]
Pada KTSP, pembelajaran
matematika mempunyai beberapa tujuan khusus, antara lain:
a)
Melatih cara berpikir dan menalar dalam menarik
kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen,
menunjukkan kesamaan, perbedaaan konsistensi, dan inkonsistensi.
b)
Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan
imajinasi intuisi dan penemuan dengan mengembangkan divergen, orisiniil, rasa
ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
c)
Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
d)
Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau
mengkomunikasikan gagasan antara lain mealui pembicaraan lisan, catatan,
grafik, diagram dalam menjelaskan gagasan.[5]
B.
Modul
1.
Pengertian Modul dan Karakteristik Modul
Modul merupakan suatu unit
yang lengkap yang terdiri dari rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk
membantu siswa mencapai tujuan yang telah dirumuskan dan disediakan untuk
belajar sendiri. Dengan kata lain, siswa dapat belajar sendiri tanpa kehadiran
guru.[6]
Karena modul digunakan sebagai bahan ajar untuk belajar sendiri, maka bahasa, pola, dan sifat
kelengkapan lainnya yang terdapat dalam modul ini diatur sehingga ia
seolah-olah merupakan “bahasa pengajar” atau bahasa guru yang sedang memberikan
pengajaran kepada murid-muridnya.
Modul merupakan alat atau sarana
pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi
yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang
diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya. Sebuah modul bisa dikatakan
baik dan menarik apabila terdapat karakteristik sebagai berikut:[7]
a. Self
Instructional;
yaitu melalui modul tersebut siswa mampu belajar sendiri, tidak tergantung pada
pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instructional, maka dalam modul
harus:
1) berisi tujuan yang dirumuskan dengan
jelas
2) berisi materi pelajaran yang dikemas
ke dalam unit-unit kecil atau spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas.
3) menyediakan contoh dan ilustrasi
yang mendukung kejelasan pemaparan materi pelajaran
4) menampilkan soal-soal latihan, tugas
dan sejenisnya yang memungkinkan siswa memberikan respon dan mengukur tingkat
penguasaannya.
5) kontekstual yaitu materi-materi yang
disajikan terkait dengan suasana atau konteks tugas dan lingkungan penggunanya.
6) menggunakan bahasa yang sederhana
dan komunikatif.
7) terdapat rangkuman materi pembelajaran.
8) terdapat instrumen penilaian , yang
memungkinkan pengguna atau siswa melakukan self assessment.
9) terdapat instrumen yang dapat
digunakan siswa mengukur atau mengevaluasi tingkat penguasaan materi.
10) terdapat umpan balik atas penilaian,
sehingga siswa mengetahui tingkat penguasaan materi.
11) tersedia informasi tentang rujukan,pengayaan
atau referensi yang mendukung materi pembelajaran dimaksud.
b.
Self Contained; yaitu seluruh materi pelajaran
dari satu unit kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam
satu modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mempelajari materi pelajaran
yang tuntas, karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus
dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu unit kompetensi harus
dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan kompetensi yang harus
dikuasai.
c.
Stand Alone (berdiri sendiri); yaitu modul yang
dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan
bersama-sama dengan media pembelajaran lain. Dengan menggunakan modul, siswa
tidak tergantung dan harus menggunakan media yang lain untuk mempelajari dan
atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika masih menggunakan dan
bergantung pada media lain selain modul yang digunakan, maka media tersebut
tidak dikategorikan sebagai media yang berdiri sendiri.
d.
Adaptive; modul hendaknya memiliki daya adaptif
yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif
jika modul dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta fleksibel digunakan. Dengan memperhatikan percepatan perkembangan ilmu
dan teknologi pengembangan modul multimedia hendaknya tetap up to date.
Modul yang adaptif adalah jika isi materi pembelajaran dapat digunakan sampai
dengan kurun waktu tertentu.
e.
User Friendly; modul hendaknya bersahabat dengan
pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat
membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam
merespon, mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana,
mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang umum digunakan merupakan salah
satu bentuk user friendly.
2.
Pembelajaran menggunakan modul
Pembelajaran merupakan suatu proses komunikasi yang
dilakukan untuk menyampaikan suatu informasi kepada peserta didik baik itu
berupa pengetahuan, keterampilan, keahlian maupun ide-ide. Informasi tersebut biasanya dikemas
sebagai satu kesatuan yaitu bahan ajar (teaching material). Bahan ajar
merupakan seperangkat materi pelajaran yang disusun secara sistematis,
menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dalam
kegiatan pembelajaran[8].
Dengan adanya bahan ajar memungkinkan peserta didik mempelajari suatu
kompetensi atau kompetensi dasar secara runtut dan sistematis sehingga secara
akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu.
Bahan ajar disusun untuk mempermudah
peserta didik dalam memperoleh informasi atau mempermudah mereka dalam
menguasai materi yang diberikan. Selain itu, bahan ajar juga berguna untuk
mempermudah guru dalam menyampaikan materi dalam pembelajaran serta agar
pembelajaran lebih menarik.
Pembelajaran
dengan modul adalah pendekatan pembelajaran mandiri yang berfokuskan penguasaan
kompetensi dari bahan kajian yang dipelajari peserta didik dengan waktu
tertentu sesuai dengan potensi dan kondisinya. Dengan kata lain, pembelajaran dengan menggunakan modul
disebut juga dengan pembelajaran mandiri. Sistem belajar mandiri adalah cara
belajar yang lebih menitikberatkan pada peran otonomi belajar peserta didik.
Menurut Wedemeyer, dalam belajar
mandiri, peserta didik yang belajar secara mandiri mempunyai kebebasan untuk
belajar tanpa harus menghadiri pembelajaran yang diberikan guru di dalam kelas,
peserta didik dapat mempelajari pokok materi tertentu dengan membaca modul atau
melihat serta mengakses program e-learning tanpa bantuan atau dengan
bantuan terbatas dari orang lain.[9]
Dengan kata lain, peserta didik dapat belajar secara mandiri maupun mendapat
bantuan dari guru akan tetapi tidak harus tergantung dengan kehadiran guru.
Akan tetapi dalam penelitian ini, peserta didik tetap harus mengikuti proses
balajar mengajar karena sistem pendidikan sekarang yang menuntut adanya proses
pembelajaran di kelas dengan perencanaan sebagai berikut:
a.
Modul
dibagikan kepada siswa paling lambat seminggu sebelum pembelajaran.
b.
Penerapan
modul dalam pembelajaran menggunakan metode diskusi model pembelajaran
kooperatif konstruktivistik.
c.
Pada
setiap akhir unit pembelajaran dilakukan tes penggalan, tes sumatif dan
tugas-tugas latihan yang teratruktur.
d.
Hasil
tes dan tugas yang dikerjakan siswa dikoreksi dan dikembalikan dengan feedback yang terstruktur paling lambat
sebelum pembelajaran unit materi ajar berikutnya.
e.
Memberi
kesempatan kepada siswa yang belum berhasil menguasai materi ajar berdasarkan
hasil analisis hasil tes penggalan dan sumatif, dipertimbangkan sebagai hasil
diagnosis untuk menyelenggaran program remedial pada siswa diluar jam
pembelajaran.[10]
Selain langkah-langkah yang
dikemukakan Wayan diatas, ada langkah-lain yang harus dilakukan yaitu menganalisa kebutuhan yang diperlukan
oleh siswa. Dasar pemikiran dalam menganalisa kebutuhan siswa tersebut adalah
landasan psikologis anak yang berhgubungan dengan tahap perkembangan siswa,
dimana pada tahap perkembangan siswa kelas XI adalah kebutuhan untuk
mengaktualisasikan diri, mampu bekerja sama dengan orang lain serta
berorientasi pada masa depan.[11]
Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan modul yang dibuat oleh Muhammad Zainal Abidin ( Guru Matematika SMAN
1 Bone-bone sulawesi selatan). Modul ini peneliti pilih karena
materi yang terdapat dalam modul sesuai dengan materi yang ada pada Standar Isi serta sesuai dengan
karakteristik serta kemampuan siswa kelas XI IPS SMAN 2 Sungai Tarab.
C. Aktivitas Siswa Dalam Belajar
Pada proses belajar
aktivitas siswa sangat diperlukan, karena pada prinsipnya belajar adalah
berbuat. Berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi belajar adalah melakukan
suatu kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya
aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi
belajar-mengajar. Di dalam aktivitas belajar ada beberapa prinsip yang ini berorientasi pada pandangan ilmu jiwa : [12]
1. Pandangan
ilmu jiwa lama. Menurut pandangan ini aktivitas didominasi oleh guru.
2. Pandangan
ilmu jiwa modern. Pandangan ini aktivitas siswa didominasi oleh siswa.
Dalam hal kegiatan
belajar ini, segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri,
pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, bekerja sendiri dengan fasilitas yang
diciptakan sendiri baik secara rohani maupun secara teknis. Berbagai aktivitas dilakukan dalam proses pembelajaran.
Aktivitas siswa tidak cukup dengan hanya mendengar saja, mencatat, dan
mengerjakan tugas saja. Menurut Paul B. Deidrich kegiatan siswa dapat
digolongkan sebagai berikut :
[13]
1.
Visual activities (aktivitas mental)
yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi,
percobaan, pekerjaan orang lain.
2.
Oral activities, seperti: menyatakan,
merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan
wawancara, diskusi dan interupsi.
3.
Listening activities sebagai contoh mendengarkan: uraian,
percakapan, diskusi, musik, pidato.
4.
Writing activities, seperti
misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
5.
Drawing activities, misalnya:
menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
6.
Motor activities, yang termasuk
di dalamnyaantara lain: melakukan percoban, membuat konstruksi, model
mereparasi, bermain, berkebun, beternak.
7.
Mental activities, sebagai contoh
misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat
hubungan, mengambil keputusan.
8.
Emotional activities, seperti
misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah,
berano,tenang, gugup.
Berdasarkan
pendapat di atas jelas bahwa aktivitas siswa sangat diperlukan dalam proses
belajar. Tetapi kenyataannya dilapangan banyak siswa yang pasif, siswa lebih
banyak mendengarkan, mencatat ringkasan materi yang diberikan guru di papan
tulis atau dibacakan. Sehingga hal tersebut membuat siswa tidak kreatif baik
dari segi bicara atau berbuat.
Karena
keterbatasan waktu dan tenaga yang peneliti miliki maka aktivitas siswa yang
diamati dalam penelitian ini adalah :
1. Visual activities
yaitu aktivitas siswa dalam membaca
dan memahami modul yang diberikan.
2. Mental activities melalui
aktivitas ini siswa berlatih kecepatan, kemampuan mereka untuk menyelesaikan soal yang diberikan dalam
modul.
3. Writing activities melalui
ketekunan siswa mencatat pembahasan
soal-soal yang diberikan di dalam modul.
D.
Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional merupakan
pembelajaran yang dilakukan secara klasikal dengan metode ceramah atau
ekspositori dan pemberian tugas secara individu. Pembelajaran ini adalah
pembelajaran yang menggunakan komunikasi satu arah. Ciri-ciri pembelajaran
konvensional adalah:
a)
Tujuan tidak dirumuskan secara
spesifik
b)
Kegiatan intruksional
kebanyakan berbentuk ceramah
c)
Pengalaman belajar kebanyakan
benbentuk ceramah
d)
Partisipasi murid kebanyakan
pasif
e)
Kecepatan belajar ditentukan
oleh kecepatan guru mengajar
f)
Penguasaan tidak menyeluruh
g)
Keberhasilan siswa dinilai
secara subjektif.[14]
Jadi dapat dikatakan bahwa pembelajaran konvensional
lebih menitik beratkan pada keaktifan guru.
E. Hasil Belajar
Kegiatan belajar mengajar
merupakan proses yang berisi serangkaian kegiatan pendidikan dengan maksud
adanya perubahan dalam diri siswa. Untuk mengetahui proses belajar tersebut,
dapat dilihat dari hasil belajarnya. Agar kita mudah menganalisis keberhasilan
siswa dalam belajar, maka kita harus memahami terlebih dahulu pengertian hasil
belajar.
Hasil belajar adalah prestasi yang telah dicapai
oleh seseorang setelah mengikuti proses pembelajaran. Hasil belajar diukur
melalui tes atau penilaian hasil belajar yang dapat diberikan dalam bentuk
angka atau huruf. Hasil belajar ini berguna untuk mengetahui tingkat kemajuan
yang telah dicapai siswa dalam kurun waktu proses belajar tertentu, untuk
mengetahui posisi atau kedudukan seseorang dalam kelompok kelasnya, untuk
mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam belajar, untuk mengetahui
hingga sejauhmana siswa telah mendayagunakan kapasitas kognitifnya untuk
keperluan belajar dan untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode
mengajar yang telah digunakan guru dalam proses belajar mengajar.[15]
Menurut Wina Sanjaya “hasil
belajar merupakan gambaran kemampuan siswa dalam memenuhi suatu tahapan
pencapaian pengalaman belajar dalam satu kompetensi dasar.[16] Menurut
Bloom dalam Sudjana “hasil belajar dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe
yaitu tipe hasil belajar bidang kognitif, afektif, dan psikomotor”.[17] Untuk
KTSP, ketiga tipe hasil belajar sudah digunakan.
Ketiga tipe hasil belajar
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Ranah Kognitif
Ranah kognitif
adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Dalam ranah kognitif ini ada enam tingkatan:
a.
Pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan seseorang untuk
mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama,
istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan
untuk menggunakannya. Pengetahuan atau ingatan ini adalah merupakan proses
berfikir yang paling rendah.
b.
Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk
mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat.
Pemahaman merupakan kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan
atau hafalan.
c.
Penerapan atau aplikasi (application) adalah kesanggupan seseorang
untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tatacara ataupun metode-metode,
prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang
baru dan kongret. Penerapan ini merupakan proses berfikir setingkat lebih
tinggi ketimbang pemahaman.
d.
Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau
menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan
mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu
dengan faktor-faktor yang lainnya. Analisis ini adalah merupakan proser
berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang aplikasi.
e.
Sintesis (synthesis) adalah kemampuan berfikir yang merupakan
kebalikan dari proses berfikir analisis. Sistesis ini merupakn proses berfikir
setingkat lebih tinggi ketimbang analisis.
f.
Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation) adalah kemampuan
seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide.
Penilain ini merupakan proses berfikir paling tinggi dalam ranah kognitif.
2.
Ranah Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan
sikap dan nilai. Dalam ranah afektif ini terdiri dari lima jenjang:
a.
Menerima atau memperhatikan (receiving atau attending)
adalah kepekaan seseorang dalam menerima ransangan dari luar yang datang kepada
dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain.
b.
Menanggapi (responding) adalah kemampuan dimiliki oleh seseorang
untuk mengikut-sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan
membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara.
c.
Menilai atau menghargai (valuaing) adalah memberikan nilai atau
memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek.
d.
Mengatur atau mengorganisasikan (organization) adalah
mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih
universal, yang membawa kepada perbaikan umum.
e.
Karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai (characterization by
a value or value complex) adalah keterpaduan semua sistem nilai yang telah
dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
3.
Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor
adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan
bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar
psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan hasil belajar
afektif.[18]
Hasil belajar siswa dipengaruhi
oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang
datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari
diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar
sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Di samping faktor kemampuan
yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan
perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik
dan psikis. Adanya pengaruh dalam diri siswa, merupakan hal yang logis dan
wajar, sebab hakikat perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku individu
yang diniati dan disadarinya. Siswa harus merasakan adanya kebutuhan untuk
belajar dan berprestasi. Ia harus berusaha mengerahkan segala daya dan upaya
untuk dapat mencapainya.
Gagne mengemukakan ada lima kemampuan yang
merupakan hasil belajar yang ingin dicapai.
a.
Kemampuan intelektual, yang
merupakan hasil belajar yang terpenting dari sistem persekolahan.
b.
Strategi kognitif, mengatur cara
belajar dan berfikir seseorang dalam artian yang seluas-seluasnya, termasuk
kemampuan memecahkan masalah.
c.
Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta.
d.
Keterampilan motorik yang diperoleh di sekolah antara lain keterampilan
menulis, membaca, menggunakan jangka, dan sebagainya.
e.
Sikap dan nilai yang berhubungan dengan arah serta intensitas emosional
yang dimiliki seseorang sebagaimana dapat disimpulkan dari kecendrungannya
bertingkah laku terhadap orang, barang atau kejadian.
Jadi hasil belajar dapat
digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa menguasai dan memahami pelajaran
yang diterimanya. Tipe hasil belajar yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah tipe hasil belajar aspek kognitif yang berupa tes hasil belajar dan
aspek afektif dengan menggunakan lembar observasi. Jenis tes yang akan digunakan
adalah tes essay.
F.
Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian
ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Richard duschl (1993) menyatakan
bahwa pembelajaran modul dalam pembelajaran konsep yang menyangkut
kesetimbangan kimia dapat mengubah miskonsepsi siswa menuju konsep ilmiah.
Selain penelitian yang dilakukan Richard, penelitan yang dilakukan oleh
Santyasa, dkk (1999) juga menyatkan bahwa penerapan modul dapat mengubah
miskonsepsi siswa menjadi konsep ilmiah dan dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.[19]
Perbedaan
penilitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Richard terletak
pada materi yang diberikan, dimana Richard melakukan penelitian pada mata
pelajaran kimia dan penelitian ini dilakukan pada mata pelajaran matematika.
[1] Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer, (Bandung; Universitas Putra Indonesia,
2003), h .22
[2] Ibid h.15
[3] Ibid h. 8
[4] Ibid h. 58
[5] Subando,
Joko. 2008. “Pembelajaran Matematika Dengan Dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama” (online). Tersedia:http://masbando.tripod.com/subandoweb/pembat.htm. 15 Mei 2009
[6] Ahmad Sabri, 2010,Strategi
Belajar Mengajar Dan Micro Teaching,(Jakarta:
Ciputat Press),h:143
[7] Op-Cit
[8] Muh. Rosyid, pengertian, fungsi
dan tujuan penulisan modul. Tersedia di http://www.rosyid.info/2010/06/pengertian-fungsi-dan-tujuan-penulisan.html
[9] Rusman, 2010, Model-Model
Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: PT.Grafindo Persada), h: 353
[10] . I Wayan Santyasa, Metode Penelitian Pengembangan Modul dan
Toeri Pengembangan Modul,
[11] Laksmi Dewi, Pengembangan Model
Pembelajaran Modular Untuk Meningkatkan Kompetensi Siswa Dalam Mata Pelajaran
Fiqih Pada Madrasah Aliyah Di Provinsi Jawa Barat. Tersedia di http://abstrak.digilib.upi.edu/Direktori/TESIS/PENGEMBANGAN_KURIKULUM/039410_%20LAKSMI%20DEWI/T_PK_039410_Chapter2.pdf
(offline)
[12]
Sardiman A.M , Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2006)
[13]
Sardiman A.M , Ibid h. 103
[14] Nasution S, 2000, Didaktik Asas-Asas
Mengajar, (Jakarta:
Bumi Aksara), hal.209
[15]Muhibbin
Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT.RajaGrafindo, 2002), h. 196-197
[16] Wina Sanjaya, strategi
pembelajaran, (Jakarta: kencana), h. 27
[17] Nana sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung; Remaja
Rosdakarya, 2005),. h. 50
[18] Ibid, hal: 50-58
[19] Wayan. Op-Cit h:11
Bab III
Metode
Penelitian
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian
lapangan yang bersifat kuantitatif dengan menggunakan metode eksperimen semu . Penelitian eksperimental-semu merupakan
keadaan praktis, yang di dalamnya adalah tidak mungkin untuk mengontrol semua
variabel yang relevan kecuali beberapa dan variabel tersebut.[1] Penelitian eksperimen semu bertujuan untuk menyelidiki
hubungan sebab akibat dengan cara menggunakan modul sebagai kondisi perlakuan
dan membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok yang tidak dikenai
kondisi perlakuan.
B. Rancangan Penelitian Eksperimen
|
Kelas
|
Perlakuan
|
Test
|
Kelas
eksperimen
|
X
|
T
|
Kelas
control
|
O
|
T
|
Keterangan:
X : Pembelajaran mengunakan modul
O :
Pembelajaran konvensional
T :
Tes hasil belajar
Ekperimen
atau percobaan penerapan modul dalam pembelajaran penulis gunakan untuk
mengetahui hasil prestasi belajar dengan penerapan modul dalam pembelajaran dan
pembelajaran konvensional. Dalam penelitian ini ekperimen diadakan selama 4 kali pertemuan, 3 kali pertemuan ekperiment menggunakan
bahan modul dan yang 1
kali untuk uji kompetensi.
Gambar 1. Langkah-langkah Melakukan Eksperimen
C. Metode Penentuan Sampel
1. Populasi
Dalam penelitian ini yang
menjadi populasi adalah seluruh siswa kelas XI SMAN 2 Sungai Tarab
yang terdaftar pada tahun ajaran 2011/2012.
2. Sampel
Sampel
dalam penelitian ini ada dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol
yang diambil secara acak, setelah dilakukan uji homogenitas dan normalitas
populasi terlebih dahulu dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
a.
Mengumpulkan nilai semester matematika siswa kelas
XI SMAN 2 Sungai Tarab
b.
Melakukan uji
normalitas populasi terhadap nilai semester siswa. Uji normalitas bertujuan
untuk melihat apakah populasi berdistribusi normal atau tidak.
Hipotesis yang diajukan adalah:
Ho = Populasi
berdistribusi normal
H1 = Populasi
berdistribusi tidak normal
Langkah-langkah dalam menentukan uji normalitas ini yaitu:
1)
Data diperoleh
dan disusun dari data yang terkecil sampai yang terbesar.
2)
Data dijadikan bilangan baku dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
s = Simpangan
baku
= Skor rata-rata
xi =
Skor
yang diperoleh siswa ke i
3)
Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku
dihitung peluang .
4)
Menghitung
jumlah proporsi skor baku
yang lebih kecil atau sama yang dinyatakan
dengan S() dengan menggunakan rumus:
5)
Menghitung selisih antara F()
dengan S()
kemudian tentukan harga mutlaknya.
6)
Ambil harga mutlak yang terbesar dari harga mutlak
selisih itu, beri simbol , =maks F() - S() .
7)
Kemudian bandingkan dengan nilai kritis L yang diperoleh dari
daftar nilai kritis untuk uji Lilliefors pada taraf . Hipotesis
diterima jika .
Kriteria pengujiannya :
(i)
Jika < berarti
data sampel berdistribusi normal.
Setelah
dilakukan uji normalitas populasi, dapat disimpulkan bahwa populasi
berdistribusi normal dengan = 0.10477 dan = 0.4801.
Gambar 2 . Uji Normalitas Kelas XI IPS1
Gambar 3. Uji Normalitas Kelas XI IPS2
Gambar 4. Uji Normalitas Kelas XI IPS3
c. Melakukan uji
homogenitas variansi dengan uji Barlett. Uji homogenitas
variansi ini dilakukan untuk mengetahui apakah populasi mempunyai variansi yang
homogen atau tidak.
Hipotesis
yang diajukan, yaitu:
Langkah-langkah menentukan uji homogenitas yaitu:
1)
Hitung k buah ragam contoh dari contoh-contoh berukuran n1,
n2, ...nk dengan
Dari
hasil pengolahan data di dapat N = 58
2)
Gabungkan semua ragam contoh sehingga menghasilkan
dugaan gabungan:
Dari pengolahan data di dapat =
140,393
3)
Dari dugaan gabungan tentukan nilai peubah acak
yang mempunyai sebaran Bartlett:
Dengan kriteria pengujian sebagai
berikut:
Jika b ≥ bk (α;n)
berarti homogen
Dari pengolahan data di
peroleh b = 0.985 dan b =0.8945, dimana 0,985 > 0,8945.
Berarti dapat
disimpulkan bahwa populasi berdistribusi normal.
d.
Melakukan analisis variansi untuk melihat kesamaan
rata-rata populasi. Analisis ini menggunakan uji-t dengan teknik Anava Satu
Arah.
hipotesis yang diajukan adalah:
Ho
:
H1 : paling kurang ada satu variansi yang tidak sama
Langkah-langkah
untuk mengetahui kesamaan rata-rata populasi adalah:
1)
Misalkan k buah contoh masing-masing berukuran n1,
n2, ...nk maka:
N =
Dari hasil pengolahan data di peroleh N = 58
2)
Hitung Jumlah Kuadrat Total
dengan rumus:
JKT =
Dengan derajat bebasnya = N – 1 = 58-1=57
3)
Hitung Jumlah Kuadrat nilai tengah Kolom dengan
rumus:
JKK =
Dengan derajat bebasnya = k – 1 = 3 – 1 = 2
4)
Hitung Jumlah Kuadrat Galat dengan rumus:
JKG = JKT – JKK = -= 7789.978697
Dengan derajat bebasnya = N – k = 58 - 3 =55
5)
Tentukan Kuadrat Tengah Nilai Tengah Kolom dengan
rumus:
6)
Tentukan Kuadrat Tengah Galat dengan rumus:
7)
Tentukan nilai f hitung dengan rumus:
f hitung =
f tabel=3,15
e.
Jika populasi berdistribusi normal, mempunyai variansi
yang homogen serta memiliki kesamaan rata-rata, maka diambil sampel dua kelas
secara acak dan yang terambil pertama adalah kelas yang ditetapkan sebagai
kelas eksperimen dan kelas yang terambil kedua adalah kelas yang ditetapkan
sebagai kelas kontrol.
f.
Jika populasi tidak berdistribusi
normal dan tidak homogen, maka digunakan pengambilan sampel yang lain, salah
satunya dengan cara Sampling Bertujuan (Purposive Sampling), yaitu
teknik sampling yang digunakan oleh peneliti yang mempunyai
pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya.
Dari penjelasan diatas, penarikan
sampel dilakukan dengan pencabutan lot dimana dari hasil pencabutan lot
tersebut, diperoleh kelas XI IPS 3 sebagai kelas eksperiment dan Kelas XI IPS 1
sebagai kelas kontrol.
D.
Variabel, Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan
Data
1.
Variabel
Variabel dalam penelitian
ini adalah:
a.
Variabel bebas adalah perlakuan yang diberikan kepada
siswa kelompok eksperimen yaitu penerapan modul dalam pembelajaran matematika.
b.
Variabel terikat
adalah hasil belajar matematika siswa.
2. Data
Jenis
data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Data
primer, berupa data hasil belajar matematika siswa yang diambil setelah
penelitian.
b. Data
sekunder berupa jumlah siswa dan nilai ulangan harian matematika siswa kelas XI
SMAN 2 Sungai Tarab tahun pelajaran 2011/2012.
3.
Sumber data
Sumber data pada penelitian ini adalah
siswa kelas XI, guru bidang studi matematika dan tata usaha SMAN 2 Sungai Tarab.
4. Teknik Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan data merupakan cara yang dipakai dalam mengumpulkan data-data yang
diperoleh dalam rangka pengujian penelitian. Adapun metode yang dipakai dalam
penelitian ini adalah:
a. Metode Ekperimen
Ekperimen
atau percobaan penerapan modul digunakan untuk mengetahui hasil prestasi
belajar siswa yang
menggunakan modul dan hasil belajar
siswa tanpa
menggunakan modul.
b.
Wawancara
Wawancara
adalah pengumpulan data dengan cara pemberian pertanyaan secara lisan dan
pertanyaan yang diajukan telah dipersiapakan secara tuntas.[6]
maksud penggunan metode ini adalah untuk
mencari data yang berhubungan dengan kurikulum,metode, dan teknik yang
digunakan dalam pembelajaran Matematika dalam hal ini dilakukan dengan kepala
sekolah, Waka Kurikulum, Kaur TU dan guru Matematika.
wawancara dengan kepala sekolah
yaitu mengenai izin untuk mengadakan penelitian. Wawancara dengan Waka Kurikulum untuk memperoleh data awal nilai
semester II kelas X.
Wawancara
dengan Kaur TU untuk memperoleh jumlah siswa kelas XI. Sedangkan wawancara dengan guru mata
pelajaran Matematika yaitu mengenai materi pembelajaran.
c. Observasi
Observasi
adalah pengamatan terhadap
objek yang akan diteliti dengan menggunakan instrumen tertentu.[7]
Metode ini digunakan untuk memperoleh data secara langsung tentang kegiatan atau aktivitas belajar mengajar Matematika
dengan menggunakan Modul dan tidak menggunakan Modul atau konvensional.
d. Metode Dokumentasi
Metode
dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan, transkip, buku, sutar kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda
dan sebagainya.[8] Metode
ini digunakan untuk memperoleh gambaran umum tentang data sekolah, ruang
lingkup, sarana dan prasarana, penunjang kegiatan belajar mengajar yang ada di
SMA Negeri 2 Sungai Tarab.
E. Prosedur Penelitian
Untuk
memperoleh data dalam penelitian ini, dilakukan dengan beberapa tahap yaitu:
1.
Tahap Persiapan
a
Meninjau sekolah tempat penelitian diadakan.
b
Mengajukan surat permohonan penelitian.
c
Konsultasi dengan guru bidang studi yang bersangkutan.
d
Melakukan analisis terhadap modul yang akan digunakan.
e
Menetapkan jadwal pelaksanaan penelitian.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2012.
Adapun jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.
Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Kegiatan
|
Eksperimen
|
Kontrol
|
Pertemuan 1
|
14 Januari 2012
|
16 Januari 2012
|
Pertemuan 2
|
19 Januari 2012
|
19 Januari 2012
|
Pertemuan 3
|
21 Januari 2012
|
23 Januari 2012
|
Tes
|
26 Januari 2012
|
26 Januari 2012
|
b)
Membuat rencana pengajaran sebagai pedoman dalam proses
pengajaran. Rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dapat dilihat pada Lampiran XII.
c)
Menyusun kisi-kisi soal untuk bahan evaluasi bagi siswa.
Kisi-kisi soal tes hasil belajar dapat dilihat pada Lampiran IV.
d) Merancang
tes hasil belajar.
e)
Menetapkan kelas sampel
f)
Mempersiapkan tes akhir.
1.
Tahap Pelaksanaan
Kelas
Eksperimen
|
Kelas
Kontrol
|
1)
Kegiatan Awal (Apersepsi) 10 menit:
a)
Guru mempersiapkan kondisi kelas
dan keadaan siswa untuk memulai pembelajaran
b)
Siswa memimpin doa
c)
Guru mengambil absen
d)
Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran
e)
Guru menyuruh siswa duduk
perkelompok sesuai kelompok yang telah ditentukan sebelumnya.
2)
Kegiatan inti ( 100 menit ):
a)
Siswa mendiskusikan materi dan contoh soal beserta pembahasannya
yang ada pada modul yang diberikan
b)
Siswa menyelesaikan soal soal yang ada dalam
modul
c)
Guru mengontrol jalannya diskusi
yang dilakukan siswa
d) Guru meminta siswa
untuk menuliskan jawaban penyelesaian soal yang telah didiskusikan dalam
kelompok di papantulis dan kemudian membahasnya secara bersama-sama
3)
Kegiatan akhir (25 menit)
a) Guru bersama siswa
menyimpulkan hasil belajar pada hari ini
b) Guru memberikan
soal latihan untuk dikerjakan siswa secara individu (soal Latihan
diambil dari buku pegangan guru agar adanya korelasi modul dengan buku
pegangan guru)
c) Guru mengumpulkan
lembar jawaban soal latihan yang telah di buat oleh siswa
d) Guru bersama siswa
mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan doa.
|
1)
Pendahuluan (5 menit)
a)
Guru menyapa, mengabsen siswa dan mengkondisikan kelas
untuk menunjang PBM.
b)
Guru memberikan apersepsi kepada siswa.
c)
Guru memberikan motivasi kepada siswa.
d)
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
2)
Kegiatan inti (65 menit)
a)
Guru menjelaskan materi dan
memberikan contoh soal yang berhubungan dengan materi yang dipelajari. (20
menit)
b)
Siswa diberi tugas mengerjakan
latihan yang ada pada buku. (20 menit)
c)
Siswa ditunjuk untuk
mengerjakan soal tersebut pada papan tulis (15 menit)
d)
Guru memeriksa hasil kerja
siswa(10 menit)
3)
Penutup (10 menit)
a)
Guru bersama siswa merangkum materi yang telah
dipelajari pada hari itu.
b)
Guru memberikan pekerjaan rumah (PR) dan tugas baca
untuk materi berikutnya kepada siswa.
|
2.
Tahap Penyelesaian
Memberikan tes
akhir pada kedua kelas, kemudian hasil tes dari kelas eksperimen dan kelas
kontrol diolah dan dianalisis untuk menentukan apakah hasil belajar matematika
dengan penerapan modul
dalam pembelajaran lebih baik
dari pada hasil belajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran
konvensional.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat yang digunakan dalam
mengumpulkan data. Instumen
pada penelitian ini berupa tes.
1.
Tes
Tes yang dilakukan berupa tes essay. Materi yang
diujikan dalam tes sesuai dengan materi yang diberikan selama penelitian.
Penyusunan tes dibuat berdasarkan indikator yang berkaitan dengan pokok
bahasan. Selanjutnya dilakukan analisis soal untuk mengetahui validitas soal,
daya pembeda, indeks kesukaran dan reliabilitas tes dengan melakukan uji coba
soal sebelumnya.
a. Validitas
tes
Suatu tes dapat dikatakan valid apabila tes tersebut
dapat mengukur apa yang hendak diukur. Suatu tes dikatakan valid apabila:
1)
Bahan yang akan
diteskan harus sesuai dengan bahan pelajaran yang telah diberikan.
2)
Bahan tes
tersebut sesuai dengan kurikulum yang digunakan
3)
Bahan tes sesuai
dengan pengalaman belajar siswa.
Soal yang dirancang harus sesuai dengan indikator
pembelajaran dan kisi-kisi soal yang dibuat. Tes yang dirancang divaliditasi
terlebih dahulu oleh beberapa ahli yaitu satu
orang dosen dan satu guru matematika. Rancangan tes disusun sesuai dengan
kisi-kisi soal yang telah dibuat.
b. Daya
pembeda soal
Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk
membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan
rendah.[9]
Besarnya daya pembeda (Indeks Diskriminasi) dapat dihitung dengan rumus:
1)
Data diurutkan dari nilai
tertinggi sampai terendah.
2)
Kemudian diambil 27% dari
kelompok yang mendapat nilai tinggi dan 27% dari kelompok yang mendapat nilai
rendah.
3)
Hitung “degress of
freedom” (df) dengan rumus:
df = (n-1) + (n-1)
n= n= 27% N = n
4)
Cari indeks pembeda soal dengan
rumus :
I=
Keterangan:
I = Indeks pembeda soal
M = Rata-rata skor kelompok tinggi
M = Rata-rata skor kelompok rendah
= Jumlah kuadrat deviasi skor kelompok tinggi
= Jumlah kuadrat deviasi skor kelompok rendah
n = 27% N
N = Banyak peserta tes.[10]
Menurut Prawironegoro, ”Suatu soal mempunyai daya pembeda soal yang berarti
(signifikan) jika Ihitung Itabel pada df yang telah ditentukan”[11].
Setelah dilakukan uji coba, didapat daya pembeda soal sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil Daya Pembeda Soal
Setelah Dilakukan Uji Coba
No
|
Ip
|
Keterangan
|
1
|
2,81
|
Signifikan
|
2
|
2,45
|
Signifikan
|
3
|
0,35
|
Tidak Signifikan
|
4a
|
1,57
|
Tidak Signifikan
|
4b
|
1,77
|
Tidak Signifikan
|
5
|
6,77
|
Signifikan
|
6
|
2,78
|
Signifikan
|
c. Indeks
kesukaran
Tingkat
kesukaran soal adalah besaran yang digunakan untuk menyatakan apakah soal
termasuk kedalam kategori mudah, sedang atau sukar. Soal yang baik adalah soal
yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit, tetapi yang sedang-sedang
saja. Untuk menentukan indeks kesukaran soal dapat dicari dengan rumus:[12]
Keterangan :
Ik =
Indeks Kesukaran soal
Dt = Jumlah skor kelompok tinggi
Dr = Jumlah skor kelompok rendah
m =
Skor setiap soal benar
n = 27
% x N
N =
Banyak peserta tes
Kriteria:
Ik < 27% Soal Sulit
27 % ≤ Ik ≤ 73 % Soal Sedang
Ik > 73 % Soal
mudah
Setelah dilakukan uji coba soal didapat hasil untuk indeks kesukaran
soal sebagai berikut:
Tabel
5. Hasil Indeks Kesukaran Soal Setelah Dilakukan Uji Coba
No
|
Ik
|
Keterangan
|
1
|
30 %
|
Sedang
|
2
|
80 %
|
Mudah
|
3
|
81,7 %
|
Mudah
|
4a
|
87,5 %
|
Mudah
|
4b
|
86,25 %
|
Mudah
|
5
|
73,13%
|
Mudah
|
6
|
43,75%
|
Sedang
|
d. Reliabilitas
Soal
Reliabilitas soal adalah derajat ketepatan dan
ketelitian atau akurasi yang ditunjukkan oleh instrument pengukuran.[13]
Istilah lain dari reliabilitas adalah stabilitas dapat dipercaya dan dapat
diramalkan. Suatu tes dikatakan reliabel apabila dari pengujian menunjukkkan
hasil yang sama. Untuk menunjukkan koefisien reliabilitas digunakan rumus
alpha, yaitu:[14]
r11 =
Keterangan:
r11 = reliabilitas yang dicari
= jumlah variansi butir
= variansi total
k
= banyaknya butir pertanyaan atau
banyaknya soal
Klasifikasi reliabilitas:
0, 00 r11 <
0, 20 , reliabilitas sangat
rendah
0, 20 r11 <
0, 40 , reliabilitas rendah
0, 40 r11
< 0, 70 , reliabilitas
cukup
0, 70 r11
< 0, 90 , reliabilitas tinggi
0, 90 r11 1, 00 , reliabilitas tinggi sekali
Setelah dilakukan uji coba soal didapat nilai r= 0,52
dan nilai r= 5,14 pada
taraf sigifikan 5% Jadi dapat
disimpulkan bahwa r> r, sehingga soal adalah reliabel dengan kriteria reliabelitas
cukup.
e. Klasifikasi
Soal
Setelah
dilakukan perhitungan indeks daya pembeda (Ip) dan indeks
kesukaran soal (Ik) maka ditentukan soal yang akan digunakan.
Klasifikasi
soal / item menurut Prawironegoro adalah:[15]
1)
Item tetap dipakai jika Ip
signifikan dan 0% < I < 100%
2)
Item diperbaiki jika:
I signifikan dan I= 0% atau I = 100%
I tidak signifikan dan 0%< I<100%
3)
Item diganti jika I tidak signifikan dan I= 0%
atau I=100%
Dari hasil pengilahan nilai uji coba soal tes, disimpulkan bahwa dari ke enam
soal uji coba tes tersebut diperoleh soal yang dapat dipakai untuk tes akhir
sebanyak 4 butir soal dan 32 butir soal diperbaiki. Hal ini dapat dilihat pada
tabel dibawah.
TABEL 6. HASIL ANALISIS SOAL UJI COBA TES AKHIR
No
|
|
Keterangan
|
|
Keterangan
|
Klasifikasi
|
1
|
2,81
|
Signifikan
|
30%
|
Sedang
|
Dipakai
|
2
|
2,45
|
Signifikan
|
80%
|
Mudah
|
Dipakai
|
3
|
0,35
|
Tidak
Signifikan
|
81,67%
|
Mudah
|
Diperbaiki
|
4a
|
1,57
|
Tidak
Signifikan
|
87,5%
|
Mudah
|
Diperbaiki
|
4b
|
1,77
|
Tidak
Signifikan
|
86,25%
|
Mudah
|
Diperbaiki
|
5
|
6,76
|
Signifikan
|
73,125
|
Mudah
|
Dipakai
|
6
|
2,78
|
Signifikan
|
43,75
|
Sedang
|
Dipakai
|
2.
Lembar Observasi
Lembar
observasi digunakan untuk pengamatan aktivitas dan kegiatan masing-masing siswa
dalam belajar matematika dengan penggunaan modul selama proses penelitian
dilakukan. Lembaran observasi tersebut penulis buat sendiri dengan menggunakan
langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Menentukan indikator-indikator penelitian terhadap
aktivitas belajar siswa yang diamati selama pembelajaran berlangsung.
b.
Merancang lembaran observasi yang digunakan.
c.
Memvalidasi lembaran observasi yang akan digunakan,
dimana hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah lembaran observasi yang akan
digunakan oleh peneliti sudah layak atau belum digunakan.
Indikator aktivitas
yang peneliti lihat dalam penelitian ini adalah:
Tabel 7.
Indikator-Indikator Aktivitas Siswa
No
|
Jenis Aktivitas
|
Indikator
|
1
|
Visual activities
|
Siswa membaca dan
memahami modul yang diberikan
|
2
|
Mental
Activities
|
Siswa berfikir
untuk memecahkan soal-soal yang ada dalam modul
|
3
|
Writing Activities
|
Siswa mencatat
materi hasil diskusi yang mereka lakukan dan pembahasan soal-soal yang diberikan di dalam modul.
|
Lembar observasi
ini diisi pada setiap kali pertemuan oleh seorang observer. Lembaran observasi ini dilihat seberapa jauh
peningkatan atau penurunan aktivitas siswa dalam belajar matematika dengan penggunaan
modul dalam pembelajaran.
G. Teknik Analisis Data
1.
Aktivitas Belajar Matematika
Data aktivitas yang
diperoleh melalui lembar observasi dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
P = x 100%
Keterangan:
P = Persentase aktivitas
F = Frekuensi
aktivitas
N = Jumlah siswa[16]
Tingkat keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran
dapat dilihat dalam Dimyati dan Mudjiono yaitu:[17]
Tabel 8. Kriteria Tingkat Keberhasilan Aktivitas
Belajar Siswa
Kriteria
|
Tingkat
Keberhasilan
|
Persentase/%
|
Sedikit
sekali
|
Tidak
berhasil
|
1-25
|
Sedikit
|
Kurang
Berhasil
|
26-50
|
Banyak
|
Berhasil
|
51-75
|
Banyak
sekali
|
Sangat
Berhasil
|
76-100
|
2. Data Hasil Belajar
Sesuai dengan hipotesis yang ditemukan maka untuk
menganalisis data penelitian ini digunakan uji-t, penggunaan rumus uji-t ini
bertujuan untuk melihat perbandingan antara kelas eksperimen dan kelas control.
Sebelum melakukan uji-t terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji
homogenitas varians.
a.
Uji Normalitas
Hipotesis
yang diajukan adalah:
Ho = Kelompok sampel berasal dari populasi yang berdistribusi
normal
H1 = Kelompok sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak
normal
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah
kedua kelompok data berdistribusi normal atau tidak. Uji ini dilakukan dengan
menggunakan uji Liliefors dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1)
Data diperoleh
dan disusun dari data yang terkecil sampai yang terbesar.
2)
Data dijadikan bilangan baku dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
s = Simpangan
baku
x
= Skor rata-rata
xi =
Skor
yang diperoleh siswa ke i
3)
Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku
dihitung peluang .
4)
Menghitung
jumlah proporsi skor baku
yang lebih kecil atau sama yang dinyatakan
dengan S() dengan menggunakan rumus:
5)
Menghitung selisih antara F()
dengan S()
kemudian tentukan harga mutlaknya.
6)
Ambil harga mutlak yang terbesar dari harga mutlak
selisih itu diberi simbol
7)
Kemudian bandingkan dengan nilai kritis yang diperoleh dari daftar
nilai kritis untuk uji Lilliefors pada taraf .
Kriterianya adalah terima H0 bahwa data hasil belajar berdistribusi
normal jika .
Dari analisis data pada taraf nyata terlihat bahwa maka H0 di terima[18].
b.
Uji Homogenitas Variansi
Uji homogenitas bertujuan
untuk melihat apakah kedua kelompok data mempunyai variansi homogen atau tidak
Uji ini dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Tulis H1 dan H0 yang
diajukan
2) Tentukan
nilai sebaran F dengan , dan
3) Tetapkan taraf nyata
4) Tentukan wilayah kritiknya jika
maka wilayah
kritiknya adalah:
dan
5) Tentukan nilai f bagi pengujian
Dengan:
= Variansi
hasil belajar kelompok eksperimen
= Variansi
hasil belajar kelompok control
7) Keputusannya:
c.
Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan
untuk menentukan apakah hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen lebih
baik daripada kelas kontrol. Dengan hipotesis yaitu: dengan merupakan rata-rata hasil belajar matematika
kelas eksperimen dan merupakan rata-rata hasil belajar matematika
kelas kontrol. Ho adalah hasil belajar matematika siswa SMAN 2
Sungai Tarab dengan penerapan modul dalam pembelajaran lebih baik dari pada
pembelajaran konvensional. H1 adalah hasil belajar matematika
siswa SMAN 2 Sungai Tarab dengan penerapan modul dalam pembelajaran tidak lebih baik dari pada pembelajaran
konvensional.
Berdasarkan uji
normalitas dan uji homogenitas variansi, rumus untuk menguji hipotesis yaitu:
1) Jika skor hasil belajar siswa berdistribusi normal
dan data berasal dari sampel yang bervariansi homogen, maka rumusnya:
dan s =
Keterangan:
= Skor rata-rata siswa kelompok
eksperimen
= Skor rata-rata siswa kelompok
kontrol
s = Simpangan baku gabungan
n = Jumlah siswa kelompok eksperimen
n2
= Jumlah siswa kelompok kontrol
s = Standar deviasi kelas eksperimen
s = Standar deviasi kelas kontrol
Dengan kriteria pengujian sebagai
berikut:
Terima H0 jika t <
t(α, v), dengan v = n1+ n2 – 2 selain itu H0
ditolak.[20]
2)
Jika populasi berdistribusi normal dan kedua kelompok
data tidak mempunyai variansi yang homogen, maka rumusnya:
Dengan Kriteria pengujiannya adalah:
H0 diterima jika t < t(α, v)
dan H0 ditolak jika terjadi sebaliknya.[21]
[2]
Suryobroto, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002)
[3] Sumadi Suryabrata. Metode Penelitian. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), h.
104
[4]
Sudjana, Metode Statistik, (Bandung:
Tarsito, 2005), h. 466
[5] Ronald, E.
Walpole. 1995, Pengantar Statistika, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka), h. 391-392
Edisi Ketiga
[6] Anas Sudijono, pengantar statistik pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada), 2005, h:29
[7] Ibid
[9]
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta: Bumi
Aksara,2001), h. 211
[10] Pratiknyo Prawironegoro, Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal
Bidang Studi Matematika, (Jakarta: Dirjen Dikti P2I. PTK, 1985), h. 13
[12] Ibid, h. 14-15
[13]
Consuelo G. Sevilla, Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta:
Universitas Indonesia, 2006), h.175
[17] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembalajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2006), h. 125
[18]
Sudjana, Lock-cit. h. 46
[20] Ibid, h. 239
[21] Ronald E.Walpole, Pengantar Statistik, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka, 1995), h. 391
Tidak ada komentar:
Posting Komentar